Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKB Kritik Penghapusan Minimal Mandatory Spending dalam RUU Omnibus Law Kesehatan

PKB mengkritik keputusan penghapusan mandatory spending atau pengeluaran wajib APBN minimal 5% dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in PKB Kritik Penghapusan Minimal Mandatory Spending dalam RUU Omnibus Law Kesehatan
Istimewa
Ketua DPP PKB bidang Kesehatan, Perlindungan Anak, dan Difabel Nihayatul Wafiroh mengkritik keputusan penghapusan mandatory spending atau pengeluaran wajib APBN minimal 5% dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengkritik keputusan penghapusan mandatory spending atau pengeluaran wajib APBN minimal 5 persen dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan.

Ketua DPP PKB bidang Kesehatan, Perlindungan Anak, dan Difabel Nihayatul Wafiroh, mengaku sudah berjuang memperjuangkan agar minimal mandatory spending dalam RUU Kesehatan.

Namun, PKB kalah suara saat voting dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan.

“Kami meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena sudah berjuang maksimal agar pasal mandatory spending minimal 5% APBN untuk layanan kesehatan masuk dalam batang tubuh RUU Kesehatan. Namun ternyata kami kalah suara saat voting dalam Panja RUU Kesehatan,” ujar Nihayatul Wafiroh di Ruang Fraksi PKB, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Nihayatul mengungkapkan persoalan penetapan mandotory spending untuk layanan kesehatan memang menjadi perdebatan alot dalam Panja RUU Kesehatan.

Baca juga: Berdampak Terhadap Mata Pencaharian Petani, Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan Diminta Dicabut

Selama dua hari terakhir, kata dia, anggota Panja mendiskusikan secara serius apakah perlu ada mandatory spending dalam batang tubuh UU Kesehatan atau mengikuti usulan pemerintah agar alokasi anggaran layanan kesehatan bersifat elastis sesuai kebutuhan di lapangan.

BERITA TERKAIT

"Perdebatan ini diakhiri dengan voting di mana usulan pemerintah lebih diterima oleh mayoritas anggota Panja,” jelasnya.

PKB, kata Nihayatul, sangat menyayangkan fakta politik tersebut. Padahal, PKB dari awal menegaskan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai mandatory spending dan disebutkan secara jelas dalam batang tubuh UU Kesehatan.

Baca juga: 3 Juta Nakes Akan Mogok Massal 14 Juni 2023, Jika RUU Kesehatan Omnibus Law Disahkan

“Bahkan PKB dengan tegas memastikan bahwa mandatory spending tersebut minimal 5% dari APBN dan disebutkan dalam batang tubuh UU kesehatan, tidak sekadar dalam penjelasan UU,” katanya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI itu mengatakan PKB berpandangan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai anggaran wajib yang harus dialokasikan dalam APBN.

Kewajiban tersebut untuk memastikan kualitas layanan kesehatan baik dalam bentuk program maupun perbaikan sarana prasana kesehatan.

“Berdasarkan pengalaman kita saat menangani Covid-19 kita tahu betapa rapuh sistem layanan kesehatan kita. Ada banyak sekali lubangnya mulai keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan obat-obatan, hingga keterbatasan sumber daya manusia. Jika tidak ada mandatory spending maka kita akan semakin ketinggalan dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan kita,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas