Pengamat Sarankan Kabareskrim Gandeng Interpol dalam Ungkap Kasus TPPO
Pengamat Kebijakan Publik, Riko Noviantoro, mendukung langkah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto memburu lima bandar besar TPPO.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik, Riko Noviantoro, mendukung langkah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto memburu lima bandar besar Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dia meminta Kabareskrim melalui Satgas TPPO melakukan komunikasi serta kerja sama dengan lembaga kepolisian internasional.
Hal itu, menurut Riko, penting untuk memberikan efek tindakan yang cepat.
“Satgas TPPO tidak bisa bekerja di dalam negeri saja. Harus lintas negara dan jalin kerja sama yang erat dengan Interpol,” kata dia dalam keterangannya pada Senin (12/6/2023).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) itu menegaskan, kejahatan human trafficking atau perdagangan manusia menjadi bagian dari kejahatan luar biasa.
Riko menilai, pembentukan Satgas TPPO ini menjadi sangat tepat sebagai upaya melawan kejahatan luar biasa tersebut.
Baca juga: 28 Calon Pekerja Migran Indonesia Korban TPPO di Wilayah Bengkalis Riau Diserahkan ke BP2MI
Bahkan, menurut Riko, kejahatan ini sangat berpeluang bersinggungan dengan bentuk kejahatan lainnya.
Riko menuturkan, kerja sama Bareskrim Polri dalam hal ini Satgas TPPO dengan kepolisian internasional untuk dapat memburu aktor-aktor utama kejahatan TPPO.
Sebab, menurut Riko, model kejahatan ini sudah transnasional, artinya ada sindikat di luar negeri yang menjadi bagian dari kejahatan ini.
“Mirip mekanisme pasar, ada supply dan demand. Dua pihak sebagai supply dan demand ini yang perlu diburu yang sudah tentu sindikat di luar negeri terlibat,” ujarnya.
Baca juga: Propam Mabes Polri Asistensi Kasus Rumah Polisi yang Disewakan untuk Tempat Penampungan Korban TPPO
Riko juga meyakini bahwa aksi kejahatan TPPO ini dapat bersinggungan dengan kejahatan terorisme.
Karena dalam sejumlah kasus sebelumnya kenyataan tersebut terjadi.
Korban yang dijanjikan bekerja pada suatu negara, ternyata dikirim ke negara lain untuk tujuan sebagai pelaku teroris.
“Satgas TPPO harus bekerja lebih cepat dan berani. Setidaknya harus memutus mata rantai kejahatannya. Dengan melakukan penggrebekan di lokasi yang mencurigakan,” katanya.