Halomoan Sianturi: Negara Hukum Masih Jadi Mimpi
Halomoan Sianturi bermimpi hukum akan benar-benar menjadi panglima di Indonesia yang merupakan negara hukum di samping negara demokrasi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika di era Orde Lama politik menjadi supremasi alias panglima dan di era Orde Baru ekonomi menjadi panglima, maka kini di era reformasi tampaknya politik kembali menjadi panglima.
Apalagi kini sudah masuk tahun-tahun politik menjelang Pemilu 2024 di mana nyaris semua elite fokus pada kerja-kerja politik demi meraih atau mempertahankan kekuasaan mereka.
Kapan hukum menjadi panglima?
Pertanyaan tersebut akhir-akhir ini menggelegak di benak Halomoan Sianturi SH MH, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Selatan.
Praktisi hukum ini pun bermimpi hukum akan benar-benar menjadi panglima di Indonesia yang merupakan negara hukum di samping negara demokrasi.
"Ingat, Indonesia ini selain negara demokrasi adalah negara hukum. Selama ini Indonesia sebagai negara demokrasi yang lebih menonjol, sementara Indonesia sebagai negara hukum terpinggirkan. Politik yang merupakan pengejawantahan dari demokrasi kemudian menjadi panglima," kata Halomoan Sianturi di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: RKUHP Bakal Disahkan, Pengamat Tata Hukum Negara: Kerusakan Negara Hukum dan Demokrasi
Adapun dasar Indonesia sebagai negara hukum, kata Halomoan, adalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
"UUD 1945 sudah menetapkan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai konsekuensi negara kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, sebagaimana tersurat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945," jelas Halomoan.
Nagara hukum, lanjutnya, adalah konsep negara yang bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.
"Negara hukum mensyaratkan bahwa setiap tindakan dari negara haruslah bertujuan untuk menegakkan kepastian hukum, dilakukan secara setara, menjadi unsur yang mengesahkan demokrasi, dan memenuhi tuntutan akal budi," paparnya.
Sayangnya, kata Halomoan, konsep negara hukum tersebut dalam penerapannya masih jauh panggang dari api, bahkan ironisnya hukum sering menjadi alat pilitik dan kekuasaan. "Hukum tajam ke lawan, tapi tumpul ke kawan," sindirnya.
Sebab itu, lanjut Halomoan, dirinya bermimpi atau berharap pemerintah dan aparat penegak hukum dapat mewujudkan supremasi hukum dan menjadikan hukum sebagai panglima.
"Nasib Indonesia sebagai negara hukum di tangan pemerintah dan aparat penegak hukum," cetusnya.
"Juga di tangan DPR RI atau legislatif yang merupakan bagian dari trias politika, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif," sambung Halomoan.