Ajukan Dissenting Opinion, Hakim Arief Hidayat Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu.
Setelah membacakan argumentasi secara dalam perspektif ideologis-filosofis, dan menyampaikan secara singkat terkait perspektif yang sosilogis-yuridis, Arief mengusulkan sistem pemilu proporsional terbuka terbatas untuk menggantikan sistem pemilu yang diterapkan saat ini.
"Terakhir, sistem pemilu proporsional terbuka terbatas. Itulah yang saya usulkan," kata Arief di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (15/6/2023).
Menurutnya, isu hukum mengenai sistem pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka.
Namun, kata dia, tidak berarti hal tersebut menghalangi Mahkamah untuk menilai konstitusionalitasnya.
Oleh karena itu, menurutnya kebijakan hukum terbuka dapat dinilai konstitusionalitasnya apabila bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, merupakan penyalahgunaan wewenang (detournement se pouvoir), dilakukan dengan sewenang-wenang dan bertentangan dengan UUD 1945.
Setelah lima kali menyelenggarakan Pemilu, menurutnya diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.
"Peralihan sistem Pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan," kata Arief.
Sistem Proporsional Tertutup Ditolak
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.
Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman.
Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan.
Hakim pun membeberkan salah satu pendapatnya terkait sejumlah dalil yang diajukan oleh pemohon. Di mana, Hakim berpendapat bahwa dalil yang disampaikan pemohon terkait money politik dalam proses pencalegan seseorang tidak ada kaitannya dengan sistem Pemilu.
Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Hanya Dihadiri 8 Hakim Konstitusi
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pleno pembacaan putusan sistem Pemilu, Kamis (15/6/2023) hari ini.
Dalam persidangan, tampak hanya ada 8 Hakim Konstitusi yang hadir.
Menanggapi hal itu, Jubir MK Fajar Laksono mengatakan, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams tak hadir dalam sidang putusan sistem Pemilu, hari ini.
Hal itu, kata Fajar, Hakim Wahiduddin sedang ada tugas ke luar negeri.
"Hakim Wahiduddin sedang ada tugas MK ke luar negeri, berangkat tadi malam," kata Fajar, saat dihubungi, Kamis ini.
Lebih lanjut, Fajar menjelaskan, sidang pleno biasanya dihadiri sembilan Hakim Konstitusi.
Baca juga: Sidang Putusan, MK Beri Pendapat Soal Kelebihan Kekurangan Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Sedangkan dalam kondisi luar biasa, lanjutnya, sidang dapat dihadiri hanya dengan tujuh Hakim saja.
"Sidang pleno dihadiri oleh 9 hakim, dalam kondisi luar biasa dapat dihadiri 7 Hakim," kata Fajar.
"Kurang dari 7 hakim, sidang pleno tidak dapat dilaksanakan," lanjut Jubir MK itu.
Pantauan Tribunnews.com di lokasi di ruang sidang, pembacaan putusan Pemilu digabung dengan beberapa sidang putusan perkara lain, yang dijadwalkan digelar Kamis ini.
Hakim Konstitusi belum membacakan perkara putusan sistem Pemilu, hingga berita ini ditulis pukul 10.37 WIB.
Adapun para pemohon telah hadir.
Sedangkan, pihak saksi persidangan juga telah hadir, yaitu perwakilan dari DPR RI tampak Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman dan Arteria Dahlan. Selain itu, hadir juga perwakilan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara untuk Hakim Konstitusi yang hadir, yakni Hakim Anwar Usman, Hakim M. Guntur Hamzah, Hakim Enny Nurbaningsih, Hakim Saldi Isra, Hakim Suhartoyo, Hakim Daniel Yusmic P Foekh, Hakim Arief Hidayat, dan Hakim Manahan MP Sitompul.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.