BREAKING NEWS: KPK Tahan 9 Tersangka Kasus Korupsi Pembayaran Tunjangan Kinerja di Kementerian ESDM
KPK mengumumkan status 10 tersangka terkait kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Kementerian ESDM.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan status 10 tersangka terkait kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun anggaran 2020-2022.
10 tersangka tersebut di antaranya Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV), Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
Untuk kebutuhan penyidikan, KPK kemudian melakukan penahanan kepada sembilan tersangka dengan masa penahanan pertama untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 15 Juni hingga 4 Juli 2023.
Tersangka RA, HP, PAG, NHS, BA, dan H di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Baca juga: Besok, KPK Panggil 10 Tersangka Kasus Korupsi Tunjangan Kinerja Kementerian ESDM
Tersangka CHP, MF, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Sementara, tersangka LFS di Rutan KPK pada Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi.
"Sedangkan tersangka A masih akan menjalani pemeriksaan kondisi kesehatannya lebih dahulu dan KPK sudah melakukan koordinasi dengan pihak RS dan PB IDI," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Menteri ESDM Bantah Dapat Bocoran Dokumen Korupsi Tunjangan Kinerja dari Ketua KPK
Modus Korupsi Tukin
Perkara bermula saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tunjangan kinerja dengan total sebesar Rp221.924.938.176,00, selama tahun 2020-2022.
Selama periode tersebut, para Pejabat Perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral, yakni tersangka LFS dkk yang berjumlah 10 orang, diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai ketentuan.
"Bahwa dalam proses pengajuan anggarannya, diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan manipulasi," ungkap Firli.
Di antaranya, dirincikan Firli, pengkondisian Daftar Rekapitulasi Pembayaran dan Daftar Nominatif. Di mana tersangka PAG meminta kepada LFS agar “dana diolah untuk kita-kita dan aman”.
Kemudian, "menyisipkan’’ nominal tertentu kepada 10 orang secara acak. Selanjutnya, pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
"Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp1.399.928.153, namun dibayarkan sebesar Rp29.003.205.373, atau terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720," beber Firli.
Selisih pembayaran tersebut diduga diterima dan dinikmati oleh para tersangka sebagai berikut:
1) PAG sebesar Rp4,75 miliar
2) NHS sebesar Rp1 miliar
3) LFS sebesar Rp10,8 miliar
4) A sebesar Rp350 juta
5) CHP sebesar Rp2,5 miliar
6) HP sebesar Rp1,4 miliar
7) BA sebesar Rp4,1 miliar
8) H sebesar Rp1,4 miliar
9) RA sebesar Rp1,6 miliar
10) MFV sebesar Rp900 juta
Firli mengatakan, uang yang diperoleh para tersangka dimaksud lantas digunakan untuk berbagai keperluan, di antaranya pemeriksa BPK RI berjumlah sekitar Rp1,035 miliar dan dana taktis untuk operasional kegiatan kantor.
Selain itu, uang hasil korupsi digunakan para tersangka untuk keperluan pribadi di antaranya untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan, serta logam mulia.
Dengan adanya penyimpangan tersebut, KPK menduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp27,6 miliar.
"Hingga saat ini, KPK telah menerima pengembalian sebesar Rp5,7 miliar dan logam mulia 45 gram, sebagai salah satu upaya optimalisasi asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku pada perkara dimaksud," kata Firli.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.