Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus Nasdem sebut MK sebagai Penjaga Demokrasi karena Tolak Sistem Pemilu Tertutup

Willy mengatakan, semangat demokrasi selama ini adalah mendekatkan wakil rakyat pada rakyat. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Erik S
zoom-in Politikus Nasdem sebut MK sebagai Penjaga Demokrasi karena Tolak Sistem Pemilu Tertutup
WARTA KOTA/YULIANTO
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya mengatakan, hal itu membuktikan MK menjadi penjaga konstitusi dan demokrasi.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tetap menggunakan sistem Proporsional Terbuka pada Pemilu 2024.

Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya mengatakan, hal itu membuktikan MK menjadi penjaga konstitusi dan demokrasi. 

Baca juga: Terima Putusan MK, Partai Buruh: Pemilu 2024 Harus Bebas dari Politik Uang

“Kami sangat mengapresiasi putusan MK ini. Tentu ini sejalan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang selama ini dicita-citakan,” kata Willy kepada wartawan Kamis (15/6/2023).

Willy mengatakan, semangat demokrasi selama ini adalah mendekatkan wakil rakyat pada rakyat. 

Sistem proporsional terbuka lebih memberi peluang bagi rakyat untuk memilih wakilnya dengan seksama. 

Sehingga tidak terjadi proses membeli kucing dalam karung.

BERITA REKOMENDASI

“Situasinya saat ini lebih memungkinkan bagi partai politik untuk menawarkan program sekaligus orang-orang yang dianggap mempunyai kapabilitas dan kapasitas memperjuangkan program yang ditawarkan. Proporsional terbuka memberi peluang lebih kepada rakyat. Ya ini pestanya rakyat,” ujarnya.

Pemilu sebagai instrumen demokrasi berperan besar dalam melestarikan semangat kebangsaan dan kebhinekaan. 

Baca juga: Respons PDIP usai MK Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, Beri Pujian, Sebut soal Demokrasi

Dengan sistem proporsional terbuka partai bisa menyusun calegnya berdasarkan representasi yang ingin digambarkan oleh masing-masing partai. 

Kondisi ini akan mendorong pertisipasi rakyat dalam hajatan politik sekali lima tahun ini.

"Artinya pemilu akan menjadi ajang evaluasi dari rakyat kepada pemerintahan yang sedang berjalan akan lebih legitimatif jika angka partisipasi juga besar," ucap Willy.


"Keterlibatan rakyat secara aktif akan lebih memperkuat proses institusionalisasi demokrasi. Pilihan-pilihan yang lebih kompetitif berdasarkan kapasitas dan kapabilitas akan memberi warna di parlemen," imbuhnya.

Willy menambahkan, putusan MK ini mengukuhkan kerja-kerja demokrasi sedang berjalan ke arah yang seharusnya. 

Harapan ini akan dapat diwujudkan jika kerja-kerja aktor demokrasi berada pada standar-standar yang memadai. Dalam hal ini MK telah meletakkan standar yang lebih tinggi dalam praktik politik di negara ini.

Baca juga: NasDem Bersyukur MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Terbuka: Sesuai dengan Panduan Kita

 
“Sekali lagi, kita patut memberi apresiasi pada MK. Bukan saja karena MK teguh pada konstitusi tetapi juga telah menjadi tauladan bagi lembaga yang lahir dari semangat reformasi tetap konsisten pada nilai-nilai demokrasi," pungkas Willy.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).

"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.

Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman.

Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka. 

MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan. 

Hakim pun membeberkan salah satu pendapatnya terkait sejumlah dalil yang diajukan oleh pemohon. Di mana, Hakim berpendapat bahwa dalil yang disampaikan pemohon terkait money politik dalam proses pencalegan seseorang tidak ada kaitannya dengan sistem Pemilu.

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Sebelumnya, sebanyak enam orang mengajukan gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tentang sistem proporsional terbuka

Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.

Mereka pun berharap MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. 

Adapun, keenam orang tersebut adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono.

Baca juga: MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Proporsional Terbuka, Begini Tanggapan Mahfud MD hingga Demokrat

Rangkaian proses persidangan sebelum putusan telah dilakukan sejak November 2022 lalu.

Jelang sidang sekitar dua minggu lalu, pakar hukum tata negara sekaligus Mantan Wamenkumham Denny Indrayan mengaku mendapat informasi kalau MK akan memutuskan sistem pemilu menggunkan sistem pemilu tertutup atau coblos partai.

Partai memiliki kekuasaan untuk menentukan caleg yang akan menjadi anggota dewan.

Adapun sebanyak delapan fraksi partai politik yang menolak sistem tertutup, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sementara, Partai yang mendukung proporsional tertutup di Pemilu 2024 adalah PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai bulan Bintang (PBB).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas