Sistem Pemilu Tetap Coblos Caleg, MK: Jika Ingin Diubah Harus Dilakukan Sebelum Tahapan Dimulai
Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak untuk seluruhnya gugatan sistem pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak untuk seluruhnya gugatan sistem pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
MK memutuskan sistem pemilu tetap dilaksanakan dengan proporsional terbuka alias coblos caleg.
Kendati demikian, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan jika ke depan akan dilakukan perbaikan terhadap sistem pemilu yang berlaku saat ini, pembentuk undang-undang harus mempertimbangkan beberapa hal.
Pertimbangan tersebut yakni perubahan tersebut harus dilakukan lebih awal sebelum tahapan pemilu dimulai.
Tujuannya agar tersedia waktu yang cukup untuk melakukan simulasi terlebih dulu sebelum perubahan tersebut berlaku efektif.
"Kemungkinan perubahan harus dilakukan lebih awal sebelum tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai sehingga tersedia waktu yang cukup untuk melakukan simulasi sebelum perubahan benar-benar efektif," kata Saldi Isra membaca pertimbangan hukum di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
Selain itu perubahan tersebut tidak dilakukan terlalu sering agar mewujudkan kepastian dan kemapanan atas pilihan sistem pemilu.
Perubahan sistem pemilu juga harus ditempatkan dalam kerangka menyempurnakan sistem pemilu yang berlaku.
Kemudian, perubahan tersebut harus menjaga keseimbangan dan ketersambungan antara peran partai politik sebagaimana termaktub dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Baca juga: Pemilu 2024 Tetap Coblos Caleg, Fahri Hamzah Bersyukur MK Pahami Esensi Demokrasi
"Apabila dilakukan perubahan tetap melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna," ungkap Saldi Isra.