Pemerintah Kumpulkan Data Korban Pelanggaran HAM Berat Tak Hanya di Aceh Tapi Jakarta Hingga Papua
Hingga kemarin tercatat ada 99 korban dengan 252 penerima manfaat dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Menko Polhukam RI sekaligus Ketua Pelaksana Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso, mengatakan tim yang dipimpinnya terus berupaya mengumpulkan data korban 12 peristiwa pelanggaran HAM berat.
Teguh mengatakan hingga Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia diluncurkan di Rumoh Geudong Kabupaten Pidie Aceh pada Selasa (27/6/2023) kemarin, tercatat ada 99 korban dengan 252 penerima manfaat dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh.
Baca juga: Mahfud MD: Upaya Membawa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Selalu Gagal Dibuktikan di Pengadilan
Tiga peristiwa tersebut yakni Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989, Peristiwa Simpang KKA 1999, dan Peristiwa Jambo Keupok 2003.
"(Peristiwa) Yang lain data sudah kita kumpulkan, nanti kita akan verifikasi secara paralel ya. Jadi tidak satu-satu. Wasior (Papua) nanti masuk data, kemudian Wamena (Papua) masuk data, kemudian yang di Jakarta beberapa peristiwa itu kita sudah ada datanya," kata Teguh pada Selasa (28/6/2023).
"Ini setelah kick-off ini langsung kita bekerja. Bukan kita berhenti, nggak," lanjut dia.
Untuk menentukan jumlah korban pelanggaran HAM berat dan penerima manfaat dari program pemulihan hak korban, pihaknya mengacu pada data awal dari Komnas HAM.
Selain itu, im yang dipimpinnya dan juga LPSK juga turut melakukan pengumpulan data.
Setelah itu data yang sudah ada akan diverifikasi.
"Kemudian kita verifikasi, yang jelas harus ada by name, by address, by NIK nya itu harus confirmed dulu supaya tidak salah sasaran," kata Teguh.
Baca juga: Jokowi Sebut Luka Korban HAM Berat Harus Dipulihkan
Setelah itu kementerian dan lembaga terkait yang telah diberikan mandat untuk turut serta dalam pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat akan memberikan berbagai sarana dan prasarana kepada mereka.
Untuk para korban di tiga peristiwa Aceh, kementerian dan lembaga pemerintah di antaranya jaminan kesehatan prioritas, beasiswa prioritas, jaminan keluarga harapan seumur hidup, bantuan usaha, pelatihan, renovasi rumah, serta berbagai program lainnya.
"Metode atau konsep yang dilaksanakan kepada peristiwa yang di Aceh ini, kita akan gunakan juga pada peristiwa yang lain," kata dia.
Teguh mengatakan pihaknya akan terus berupaya maksimal untuk memenuhi hak-hak korban dengan cepat mengingat tenggat tugas yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat akan berakhir pada 31 Desember 2023.
Namun demikian, ia yakin apabila data korban terus bertambah dan tugas mereka beluk selesai maka pemerintah akan memperpanjang program tersebut.
"Malah kita harus cepat untuk mengejar target sampai Desember, 31 Desember sesuai dengan Keppres itu akan selesai. Tapi itu kam tergantung juga. Jadi seperti PPHAM itu di tahun 2022 kan selesai. Tapi kan ada tindaklanjutnya juga," kata Teguh.
"Jadi kalau misalkan ini akan bertambah terus (data korban), dan 31 Desember nanti belum selesai, saya yakin dari pemerintah juga akan melanjutkan di tahun berikutnya, berkesinambungan," sambung dia.
Negara Akui 12 Pelanggaran HAM Berat
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
"Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022," katanya.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.
Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat di antaranya:
1) Peristiwa 1965-1966
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003 dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.