Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Masih Lihat Kemungkinan Serahkan Kasus Asusila Petugas Rutan ke APH Lain

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan saat ini pihaknya masih menangani kasus itu.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in KPK Masih Lihat Kemungkinan Serahkan Kasus Asusila Petugas Rutan ke APH Lain
YouTube KPK RI
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan saat ini pihaknya masih menangani kasus itu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melihat kemungkinan-kemungkinan terkait penyerahan kasus asusila petugas rutan kepada aparat penegak hukum (APH) lain.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan saat ini pihaknya masih menangani kasus itu.

Namun, apabila nantinya berdasarkan kesimpulan hasil pemeriksaan bukan kasus yang menjadi kewenangan KPK, maka lembaga antirasuah itu akan melempar perkara asusila kepada APH lain.

"Kalau ada pidananya dari orang tersebut ya, itu karena dia harus menjalaninya, karena ini konsekuensi logis dari perbuatannya. Kalau itu tidak masuk kriteria yang ditangani KPK, tentu akan kita serahkan ke aparat penegak hukum," kata Asep dalam keterangannya, dikutip Kamis (29/6/2023).

Asep menjelaskan bahwa dalam kasus perbuatan asusila petugas rutan itu terdapat sejumlah langkah yang diambil KPK, yait, penegakan kode etik dan disiplin.

Direktur Penyelidikan KPK itu meminta publik menunggu tindak lanjut atas perbuatan pidana petugas tersebut.

BERITA REKOMENDASI

“Baik itu kode etik, maupun juga masalah pidananya, silakan ditunggu saja nantinya,” kata Asep.

Diketahui, kasus tindakan asusila terungkap di rumah rutan KPK. Kasus ini melibatkan seorang petugas rutan KPK berinisial M dengan istri tahanan inisial BL.

Baca juga: Modus Pegawai KPK Tilap Uang Dinas, Terbongkar usai Ada Keluhan soal Proses Administrasi

BL merupakan istri dari seorang tahanan KPK dalam kasus suap Bupati Pemalang.

Kasus asusila ini menjadi pintu masuk terungkapnya perkara dugaan pungutan liar (pungli) di rutan KPK. Adapun kasus pungli sudah masuk tahap penyelidikan.

Sementara kasus pelecehan sudah selesai di meja Dewan Pengawas (Dewas) KPK. M telah dihukum Dewas dengan sanksi etik sedang, yakni M diharuskan melakukan permintaan maaf secara langsung dan terbuka.

Dalam salinan putusan Dewas KPK yang didapat Tribunnews.com, terungkap bahwa M pernah mengajak BL untuk bertemu di Tegal, Jawa Tengah. Pertemuan itu terjadi pada 12 Oktober 2022.

"Bahwa terperiksa (M) dan saksi (BL) pernah bertemu secara langsung di Tegal pada tanggal 12 Oktober 2022. Terperiksa cuti untuk urusan keluarga. Di Tegal terperiksa dan saksi jalan-jalan ke Transmart, makan di Solaria, dan nonton bioskop," tulis putusan Dewas KPK, dikutip pada Senin (26/6/2023).

Adapun kasus pelecehan ini bermula dari laporan terungkap dari laporan keluarga tahanan kepada Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

Dalam laporan tersebut, termuat dugaan bahwa pegawai KPK berinisial M, menggoda istri tahanan KPK.

Pada 12 Agustus 2022, tahanan tersebut terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Setelah OTT tersebut, sejumlah kunjungan dilakukan pihak keluarga, baik dari pelapor maupun istri tahanan.

Pada September 2022, pelapor ini mulai curiga, karena kerap melihat istri tahanan tersebut menerima telepon secara sembunyi-sembunyi dan berbisik-bisik. Kemudian saat kunjungan rutan pun, pelapor melihat istri tahanan ini kerap berbincang dengan M.

Mulanya, pelapor menganggap hal itu wajar, karena M adalah pegawai rutan KPK. Dia bertugas di bagian administrasi di rutan KPK.

Dalam kesaksian pelapor yang jadi fakta persidangan, M bahkan disebut menjanjikan akan membantu kelancaran setiap kunjungan yang dilakukan.

Namun, pada 5 Januari 2023 di Rutan Guntur cabang KPK, istri tahanan ini menitipkan HP kepada pelapor karena untuk masuk ke dalam rutan tidak boleh membawa HP.

"Saat itu saksi memberanikan diri membuka HP (istri tahanan). Dari sana saksi mengetahui riwayat panggilan, kalau mereka sudah sering melakukan panggilan telepon atau video call sejak September 2022, (sampai puluhan kali). Ada nama kontak dinamai 'Pusat HP'," demikian keterangan pelapor.

Pelapor semakin curiga karena banyak video call yang durasinya sampai dua puluh menit. Ada panggilan yang dilakukan di waktu istirahat yakni dini hari sekitar pukul 3 atau 4 pagi.

Istri tahanan saat dikonfirmasi sempat menyangkal. Namun setelah didesak, pada 10 Januari 2023 istri tahanan itu mengakui adanya hubungan dengan M.

Dari situ pengakuan istri tahanan, bahwa hubungan dengan M hingga video call memperlihatkan bagian sensitif tubuhnya.

"Semua itu dilakukan karena adanya permintaan Terperiksa. Hal ini sudah dilakukan sebanyak sekitar 10 kali sejak September 2022 sampai Januari 2023," keterangan pelapor.

Keterangan dari pelapor tersebut kemudian dikonfirmasi ulang kepada para pihak terkait dalam sidang Dewas KPK. Baik istri tahanan maupun M tak menyangkalnya.

M juga sempat meminjam uang Rp700 ribu kepada istri tahanan dan sudah dikembalikan.

Di sisi lain, istri tahanan menyebut hubungan dengan M terjalin pada 15 Agustus 2022 saat ia ke Rutan KPK untuk menjenguk suaminya. Dari situ M kerap memberi kabar soal suaminya, hingga hubungan semakin intens.

Sebelumnya, istri tahanan ini sempat menolak melakukan video call dengan memperlihatkan bagian intimnya. Namun dengan alasan takut apabila tidak dituruti, terjadi sesuatu pada suaminya yang tengah ditahan, permintaan M untuk video call memperlihatkan hal yang tak senonoh pun dilakukan.

Atas perbuatannya M disanksi melanggar kode etik yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n Peraturan Dewas KPK Nomor 3 tahun 2021.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi sedang berupa sanksi permintaan maaf secara terbuka dan tidak langsung," demikian putusan Dewas KPK yang dibacakan pada 12 April 2023.

Majelis etik yang memutus adalah anggota Dewas KPK Harjono selaku ketua, kemudian Syamsuddin Haris dan Indriyanto Seno Adji selaku anggota.

Di sisi lain, pegawai rutan KPK yang melecehkan istri tahanan masih bekerja di lembaga antirasuah. Hanya saja dia tak lagi bertugas di rutan KPK.

Komisi antikorupsi telah memindahtugaskan pegawai rutan tersebut. Pegawai rutan itu kini bertugas di bagian jaga gedung.

"Masih (di KPK, red). Ditugaskan di bagian penjagaan gedung," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (26/6/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas