ICJR Sebut Masih Ada Penegak Hukum yang Belum Memahami Tiga Unsur Penting Dalam Kasus TPPO
ICJR Maidina Rahmawati menyampaikan hasil temuan pihaknya terkait dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
"Padahal di lingkup domestik kalau dia ada unsur paksa kalau ada unsur prosesnya dan eksploitasinya maka sebenarnya dia bisa didefinisikan sebagai tindak pidana perdagangan orang," kata dia.
"Ternyata APH belum pernah menangani TPPO dalam lingkup yang terjadi di wilayah Indonesia untuk kerja paksa ataupun eksploitasi kerja," tuturnya.
Di akhir, APH kata Maidina, menilai masih sulit untuk menjerat pelaku tindak kejahatan yang terorganisir dan transnasional.
Kata dia, profil pelaku yang mayoritas disebutkan adalah daftar pencarian orang (DPO), yang putus atau tidak bisa di track peranannya.
Atas hal itu kondisi tersebut yang menjadi pengajuan APH menjadi sulit untuk melalukan penegakan.
"Misalnya di dalam jawaban disebutkan dia bergantung sama korban, korban tidak kenal dengan pelaku jadi tidak ada penegakan hukum lanjutan, kami juga temukan gitu," ucap Maidina.
Tak cukup disitu, APH juga menyatakan kalau banyak DPO yang disebutkan sebagai pelaku utama. Namun, jaksa tidak punya kewenangan atau follow up untuk menindaklanjuti DPO tersebut bisa dijerat.
Alhasil kata dia, ada pelaku utama dari TPPO ini tidak dijerat karena tidak ada kewenangan yang lebih tinggi dalam hal ini jaksa ataupun hakim yang bisa melaksanakan bahwa si DPO itu juga dijerat secara pidana.
"Ini menjadi catatan mendasar kebijakan TPPO dan juga ini secara umum di kejahatan terorganisir di Indonesia," tukas dia.