Relawan Jokowi Nilai Penegakan Hukum Kasus Korupsi BTS seperti Perjuangan Reformasi 98
Menurutnya, penegakan kasus korupsi ini seperti mengingatkan Ates kembali saat berjuang di era orde baru menuju reformasi
Penulis: Reza Deni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Relawan Gerakan Indonesia Untuk Jokowi (GIJOW) Ates Pasaribu menilai kasus korupsi BTS yang melibatkan Eks Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sebagai masalah ekonomi politik yang kompleks dengan implikasi yang luas.
Menurutnya, penegakan kasus korupsi ini seperti mengingatkan Ates kembali saat berjuang di era orde baru menuju reformasi.
"Satu sisi, ini adalah kasus korupsi yang jelas, di mana dana publik digelapkan untuk keuntungan pribadi. Di sisi lain, hal itu juga merupakan cerminan dari ekonomi politik Indonesia yang lebih luas, yang ditandai dengan lemahnya kelembagaan dan tingginya tingkat korupsi," kata Ates dalam pesan yang diterima, Senin (3/7/2023).
Baca juga: Ditanya Soal Perintangan Penyidikan Korupsi BTS Kominfo, Kejaksaan Agung: Jangan Debat Kusir
Dia mengatakan bahwa ekonomi politik Indonesia telah dibentuk oleh sejarah kolonialisme dan otoritarianisme.
Dalam sejarahnya, Ates menyebut Indonesia pernah diperintah oleh Belanda selama lebih dari 300 tahun, dan kemudian oleh serangkaian rezim otoriter setelah kemerdekaan.
"Warisan ini membekas dalam masyarakat Indonesia, sehingga sulit untuk membangun institusi yang kuat dan menegakkan supremasi hukum," kata dia
Dia pun menilai bahwa korupsi merupakan masalah utama di Indonesia. Dikutip dari Transparency International, Ates menyebut Indonesia menempati peringkat 102 dari 180 negara dalam Indeks persepsi korupsinya.
Baca juga: Kejaksaan Agung Buka Peluang Panggil 10 Pihak Penerima Uang Pengendalian Kasus BTS Kominfo
"Kasus korupsi BTS merupakan gejala dari masalah korupsi yang lebih luas di Indonesia. Ini adalah pengingat bahwa ekonomi politik negara masih berjuang untuk mengatasi warisan kolonialisme dan otoritarianisme. Kasus tersebut juga berimplikasi pada masa depan Indonesia," kata dia
Maka itu, jika pemerintah tidak mampu mengatasi korupsi secara memadai, Ates meyakini hal itu akan terus merusak pembangunan ekonomi negara dan kemajuan sosial.
"Selain faktor ekonomi politik di atas, kasus korupsi BTS juga bisa dilihat sebagai cerminan dari kekuatan kepentingan pribadi di Indonesia. Industri telekomunikasi adalah sektor yang menguntungkan, dan ada kepentingan kuat yang diuntungkan dari korupsi di sektor ini. Kepentingan-kepentingan ini mungkin berperan dalam memfasilitasi korupsi yang terjadi di proyek BTS," katanya
Ates juga melihat perspektif bahwa kasus korupsi ini sebagai skandal serius yang merusak reputasi pemerintah Indonesia.
"Ini juga menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam membangun institusi yang kuat dan memerangi korupsi. Hasil dari kasus ini akan diawasi ketat oleh masyarakat Indonesia dan dunia internasional," katanya.
Ates merinci bahwa ada tiga hal yang bakal berdampak dari kasus korupsi BTS ini Pertama, dampak pada proyek pembangunan BTS.
"Korupsi dalam proyek pembangunan BTS dapat memiliki dampak langsung pada infrastruktur telekomunikasi. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun BTS dan memperluas jangkauan layanan telekomunikasi dapat disalahgunakan," katanya.
"Hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi, mengganggu kualitas sinyal, dan menunda peningkatan konektivitas di daerah yang membutuhkan," kata Ates.
Baca juga: Kejaksaan Agung Cium Ada Upaya Pengendalian Penyidikan Korupsi BTS Kominfo Tak Berjalan
Kemudian yang kedua, Ates melihat ada dampak pada gangguan iklim knvestasi. Kasus korupsi yang melibatkan seorang menteri dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan bagi investor.
"Ketidakstabilan politik dan persepsi korupsi yang tinggi dapat mengurangi minat investor dalam sektor telekomunikasi. Hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan industri, peningkatan teknologi, dan penciptaan lapangan kerja baru yang berhubungan dengan sektor tersebut," katanya
Kemudian ketiga, Ates melihat dampak kasus korupsi ini pada sektor keuangan negara. Korupsi dalam proyek pembangunan BTS berarti bahwa dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat dialihkan ke pihak yang tidak berwenang.
"Hal ini berdampak langsung pada kerugian keuangan negara dan dapat membatasi kemampuan pemerintah untuk membiayai proyek dan program penting lainnya, termasuk di sektor infrastruktur dan pelayanan publik," katanya.
Sementara itu, dari sisi aspek politik, Ates mengurai bagaimana kasus ini bakal membuat kredibilitas pemerintah menjadi turun.
"Ini dapat memicu keraguan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum. Hal ini juga dapat berdampak pada dukungan politik terhadap pemerintah, terutama jika persepsi korupsi terhadap pejabat tinggi semakin meningkat," katanya.
Selain itu, Ates melihat juga bagaimana kasus korupsi yang melibatkan seorang menteri dapat memicu ketidakstabilan politik dalam pemerintahan.
"Partai politik yang terkait dengan menteri yang terlibat dalam kasus ini mungkin menghadapi tekanan untuk mengambil tindakan, seperti pengunduran diri menteri tersebut. Hal ini dapat berdampak pada dinamika politik di pemerintahan dan mempengaruhi stabilitas kebijakan," kata dia.
Baca juga: Daftar Penerima Dugaan Aliran Dana Korupsi Proyek BTS Kominfo, Selain ke Menpora Dito Ariotedjo
Dari berbagai pertimbangan di atas, Ates menilai tidak kalah penting yakni tindakan korupsi yang melibatkan pejabat publik, termasuk menteri, dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi 1998 di Indonesia.
"Reformasi tersebut adalah perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mengakhiri pemerintahan otoriter dan korupsi yang meluas," katanya
Oleh karena itu, Ates mengatakan bahwa tindakan jaksa penuntut umum dan lembaga penegak hukum lainnya dalam menangani kasus korupsi tersebut sangat penting.
"Mereka harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi kepentingan publik, mempertahankan integritas institusi, dan memastikan bahwa pelaku korupsi diadili sesuai dengan hukum," ujar Ates.
"Dalam konteks ini, penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap korupsi tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga merupakan komitmen untuk membangun pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Dengan menegakkan hukum secara adil, kita dapat memperkuat semangat reformasi 1998 dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara," pungkas Ates.
Diketahui, dalam kasus korupsi BTS, Mantan Menkoinfo Johny G Plate didakwa Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.