Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik Digugat ke MK, Adi Prayitno: Agar Tidak yang Itu-itu Saja
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai bahwa gugatan masa jabatan ketua umum partai politik
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai bahwa gugatan masa jabatan ketua umum partai politik di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya merupakan aspirasi rakyat agar ketua umum partai politik tidak itu-itu saja.
"Saya kira itu aspirasi rakyat sebenarnya warga ingin melihat regenerasi kepemimpinan di level ketua umum partai politik. Agar ketua umum partai politik itu tidak itu-itu saja orangnya," kata Adi kepada Tribunnews dikutip Rabu (5/7/2023).
Kemudian dikatakannya bahwa gugatan tersebut merupakan upaya dari demokrasi untuk modernisasi partai politik.
"Berbagai tempat dan kalangan sudah terjadi sangat baik. Tapi regenerasi di level ketua umum partai masih belum terjadi," katanya.
Menurut Adi hanya saja partai politik belum tentu menyambut baik soal gugatan tersebut.
"Itu merupakan bagian dari aspirasi masyarakat. Hanya saja problemnya partai politik akan menyambut ini atau tidak. Kita tinggal tunggu, tapi rasa-rasanya partai politik banyak yang menolak masa jabatan ketua umum partai politik hanya dua periode," kata Adi.
Dikatakan Adi bahwa banyak partai politik di Indonesia menggantungkan kekuatan, nafas, persatuan partai politiknya pada ketua umum mereka. Bukan kepada yang lainnya.
"Rasa-rasanya partai politik akan sulit membuat aturan yang akan membelenggu dirinya sendiri salah satunya dengan membatasi masa jabatan ketua umum partai politik hanya dua periode," tutupnya.
Sebelumnya, dua warga bernama Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim dari Yogyakarta menggugat UU Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (21/6/2023) lalu.
Gugatan tersebut, teregister dengan nomor 65/PUU/PAN.MK/AP/06/2023).
Adapun pasal yang digugat adalah pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART."
Dalam permohonan gugatannya dikutip dari laman MK, penggugat meminta pasal tersebut diubah menjadi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut," demikian tertulis dalam permohonan gugatan, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (26/6/2023).
Penggugat menilai jabatan ketua umum parpol harus dibatasi layaknya jabatan di pemerintahan.
Baca juga: Masa Jabatan Ketua Umum Parpol Digugat, Gelora: Bukan Ranah MK
Selain itu, jelas penggugat, parpol pun dibentuk dengan mengacu pada dasar undang-undang, sehingga masa jabatan ketua umum turut dibatasi.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula hanya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata penggugat dalam berkas permohonan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.