Demokrat: RUU Kesehatan Terindikasi Pesanan Pihak yang Ingin Bangun Bisnis Kesehatan di Indonesia
Legislator Demokrat Komisi III sekaligus anggota Baleg, Santoso menilai bahwa RUU Kesehatan terindikasi pesanan pihak yang ingin membangun bisnis
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator Demokrat Komisi III sekaligus anggota Baleg, Santoso menilai bahwa RUU Kesehatan terindikasi pesanan pihak yang ingin membangun bisnis kesehatan di Indonesia.
Diketahui hari ini Selasa (11/7/2023) DPR telah menjadwalkan melanjutkan proses RUU Kesehatan ketingkat dua. Adapun saat ini pembahasannya tengah berlangsung.
"Undang-undang ini terindikasi pesanan dari para pihak yang ingin membangun bisnis kesehatan di Indonesia, kenapa? Karena Indonesia memiliki potensi penduduk keempat terbesar di dunia," kata Santoso ditemui di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Menurutnya hal itu menjadi peluang market bagi perusahaan-perusahaan multinasional di bidang kesehatan.
"Undang-undang ini memberikan peluang yang cukup besar terhadap masuknya usaha-usaha di bidang kesehatan dari luar negeri. Ini yang menjadi dasar kita agar undang-undang kini tetap kita tolak," jelasnya.
Kemudian Santoso juga mengungkapkan alasan lainnya mengapa RUU Kesehatan harus ditolak.
"Tentang mandatori spending dimana Undang-Undang undang existing itu mengisyaratkan anggaran kesehatan 10 perse! tapi ternyata itu dihapus. Sekarang yang 10 persen saja masih banyak rakyat yang tidak bisa berobat," kata Santoso.
Baca juga: Tolak Pembahasan RUU Kesehatan, Tenaga Kesehatan: DPR Semaunya Sendiri
Lalu Santoso mempertanyakan bagaimana jika kebijakan tersebut dihapus.
"Bagaimana kalau itu dihapus? Kemudian bahwa organisasi profesi dalam RUU Kesehatan ini ditiadakan. Sementara Undang-Undang existing yang ada, ada Undang-Undang Keperawatan, Kebidanan, itu akan dihilangkan," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.