Siap-siap Importir Nakal, KPK Cari Dugaan Suap Eks Pejabat Bea Cukai Andhi Pramono
Ali mengatakan saat ini para importir yang memberikan gratifikasi ke Andhi Pramono belum bisa diproses hukum.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berusaha mengembangkan perkara gratifikasi eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar, Andhi Pramono.
Caranya ialah dengan melihat potensi apakah adanya dugaan suap-menyuap antara Andhi Pramono dengan para importir nakal.
"Kami masih terus dalami terkait dengan (persengkokolan denga importir, red) itu, karena sementara ini kan dugaannya masih gratifikasi. Apakah kemudian nanti bisa ditingkatkan lebih jauh ke suap-menyuap misalnya karena untuk gratifikasi kan pemberi gratifikasi tidak bisa dihukum," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
Ali mengatakan saat ini para importir yang memberikan gratifikasi ke Andhi Pramono belum bisa diproses hukum.
Makanya, kini KPK terus menelusuri penerapan pasal suap agar bisa memproses hukum para importir hitam.
"Kalau suap-menyuap baik pemberi maupun penerimanya bisa diproses secara hukum. Kami akan dalami ke arah sana (pasal suap, red) dan kami juga kami akan terus cari dugaan aliran uangnya yang kemudian berubah menjadi aset-asetnya," kata Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menahan Andhi Pramono.
Dia diduga menerima gratifikasi berupa fee setelah menjadi broker bagi pengusaha ekspor impor.
Untuk melakukan penerimaan itu, Andhi diduga memakai rekening milik orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha.
Mereka menjadi nominee sehingga pemberian terhadap dirinya tak terdeteksi.
Tak sampai di sana, Andhi juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uangnya (TPPU).
Dugaan ini muncul karena dia menyamarkan pembelian aset dengan memakai nama orang lain, termasuk ibu mertuanya.
Andhi disebut KPK menerima fee hingga Rp28 miliar dan jumlahnya bisa terus bertambah.
Duit itu kemudian dibelikan berbagai keperluan seperti berlian Rp625 juta, polis asuransi Rp1 miliar, hingga rumah di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, Andhi Pramono disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Kasus Andhi Pramono: Geledah PT BBM, KPK Sita Bukti Elektronik
Dia juga disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.