Mantan Ketua KPK: Putusan-putusan Dewas Tak Beri Efek Jera bagi Pegawai Pelanggar Etik
Menurutnya, putusan Dewas KPK tersebut justru akan membuat terjadinya pelanggaran etik berulang-ulang.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyesalkan putusan-putusan dewan pengawas (Dewas) KPK yang menurutnya tak memberi efek jera bagi pegawai yang melanggar etik.
"Kami paling sesalkan adalah sikap atau putusan-putusan Dewas yang menurut kita tidak memberikan efek jera bagi orang-orang yang melanggar etik," kata Abraham Samad, kepada awak media saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).
"Karena hampir sebagian besar putusan Dewas itu sama sekali, boleh dikategorikan lagi-lagi tidak memberikan efek," sambungnya.
Menurutnya, putusan Dewas KPK tersebut justru akan membuat terjadinya pelanggaran etik berulang-ulang.
Sebab, kata Abraham, pegawai KPK yang melakukan pelanggaran itu tidak takut lagi untuk melanggar etik yang berlaku di lembaga antirasua itu.
"Sehingga kemungkinan besar yang terjadi kalau misalnya putusannya terlalu ringan yang kita lihat, maka kejadian-kejadian serupa, pelanggaran-pelanggaran etik, itu akan berulang-berulang lagi, karena orang tidak akan takut lagi melanggar etik di KPK, karena mereka melihat bahwa pelanggaran etik yang dilakukan orang sebelumnya itu hukumannya ringan," jelasnya.
Baca juga: Kasus Dokumen Bocor Naik Penyidikan di Polda Metro Jaya, Ini Tanggapan Ketua KPK Firli Bahuri
Abraham kemudian menyinggung soal putusan Dewas KPK terhadap Ketua lembaga antikorupsi itu, yakni Firli Bahuri, beberapa waktu lalu.
"Bahkan, pimpinan pun yang melanggar etik, bahkan melanggar pidana, itu bisa enggak mendapat hukuman," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menilai, jika hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin lembaga KPK akan hancur.
"Jadi efeknya KPK-nya bisa jadi hancur lembaganya," kata Abraham.
Terkait hal itu, Abraham mendesak Dewas KPK untuk mundur dari jabatannya.
"Desakannya kalau menurut saya, bahwa kalau memang Dewas ternyata memang tetap seperti sekarang ini, dia tidak berani memberikan hukuman yang berat kepada pelanggar-pelanggar etik di KPK, maka mendingan secara jujur mereka mengundurkan diri sebagai Dewas," tegas Abraham.
"Itu lebih gentleman, daripada mereka harus bekerja dan tidak memperlihatkan hasil yang maksimal," sambungnya.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap Ketua KPK, Firli Bahuri dan komisioner lainnya tidak melanggar etik terkait pemberhentian Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro.
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengatakan pelaporan terkait dugaan pelanggaran etik Firli dan komisioner lainnya tidak dapat ditindaklanjuti lantaran tidak ada cukup bukti.
"Bahwa laporan saudara Endar dan saudara Sultoni yang menyatakan pimpinan KPK melanggar kode etik terkait pemberhentian Endar adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Syamsuddin dalam konferensi pers, Senin (19/6/2023) dikutip dari YouTube KPK RI.
Syamsuddin mengatakan pihaknya menyimpulkan bahwa surat pemberhentian dengan hormat Endar sebagai Direktur Penyelidikan KPK adalah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ia menegaskan putusan tersebut bersifat konkret, individual, dan final.
Tak hanya itu, surat keputusan pemberhentian dengan hormat terhadap Endar sudah diputuskan oleh pimpinan KPK saat rapat pimpinan pada 29 Maret 2023.
Sebelumnya, Syamsuddin juga menjelaskan telah memeriksa 10 saksi terkait kasus ini.
Dari 10 saksi tersebut, pemeriksaan dilakukan terhadap Endar dan lima pimpinan KPK.
"Kegiatan yang kami lakukan adalah melakukan klasifikasi atau pemeriksaan terhadap 10 orang yang dijadikan saksi."
"Pertama adalah Pak Endar sendiri selaku pelapor, kemudian Zuraida Retno Pamungkas, Kepala Biro SDM KPK; Ahmad Burhanudin, Kepala Biro Hukum KPK; Endar Wirawan, selaku Biro SDM pada Kepolisian; kemudian Sekjen KPK, Firli Bahuri selaku terlapor; Alexander Marwata, selaku terlapor atau pun pimpinan; kemudian Nawawi Pamolango; Nurul Ghufron; dan Johanis Tanak," ujarnya.
Sebelumnya, Endar Priantoro melaporkan Firli dan Sekjen KPK, Cahya Hardianto Harefa ke Dewas KPK pada 4 April 2023 lalu.
Pelaporan ini lantaran Endar tidak terima diberhentikan sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Selain itu, Endar menilai jabatannya tersebut telah sesuai dengan perintah Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Saya hari ini memang sengaja datang ke Dewan Pengawas KPK. Yang pertama tujuannya adalah untuk membuat aduan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Sekjen KPK dan salah satu pimpinan KPK terkait dengan penerbitan surat keputusan pemberhentian dengan hormat atas nama saya sebagai dirlidik KPK serta terbitnya surat penghadapan dari KPK kepada Polri terkait penghentian itu," ucap Endar, di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2023).
Tak hanya laporan dari Endar, Dewas KPK juga menerima aduan terkait dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK soal dugaan korupsi di Kementerian ESDM yang menyeret nama Firli Bahuri.