Erwin Aksa Sebut Pemeriksaan Airlangga Hartarto di Kasus Minyak Goreng Sebuah Risiko Pejabat Publik
Erwin menuturkan, Partai Golkar pun bakal menghargai proses hukum yang tengah bergulir di Kejaksaan Agung
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Erwin Aksa menyebut pemeriksaan Airlangga Hartarto dalam dugaan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya termasuk minyak goreng sebagai risiko pejabat publik.
Diketahui, Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 6 triliun lebih tersebut. Ketua Umum Partai Golkar diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian RI.
Sudah sebuah risiko pejabat publik akan berhadapan dengan (hukum) kalau memang ada tentunya kerugian negara karena kebijakan, atau mungkin terjadi KKN. Jadi sebagai pejabat publik kan ada integritasnya
Baca juga: Airlangga Hartarto Siap Hadiri Panggilan Kembali Kejagung Terkait Korupsi CPO
"Sudah sebuah risiko pejabat publik akan berhadapan dengan (hukum) kalau memang ada tentunya kerugian negara karena kebijakan, atau mungkin terjadi KKN. Jadi sebagai pejabat publik kan ada integritasnya," kata Erwin Aksa saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Erwin menuturkan, Partai Golkar pun bakal menghargai proses hukum yang tengah bergulir di Kejaksaan Agung. Sebaliknya, Airlangga dipastikan bakal menghadapi proses hukum dengan baik.
Baca juga: Airlangga Hartarto Siap Hadiri Panggilan Kembali Kejagung Terkait Korupsi CPO
"Ya kan kita negara hukum kita hargai hukum, kita harus ikutin proses hukum dengan baik. Jadi itulah risiko yang harus dihadapi jadi kita hadapi saja dengan proses hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memastikan bahwa pemanggilan Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian untuk kepentingan pemeriksaan sebagai saksi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Meski merupakan Ketua Umum Partai Golkar, pemeriksaan Airlangga dipastikan tak berkaitan dengan hajat politik pada tahun 2024 mendatang.
"Semua perkara yang disebut, dianggap politis, memang karena ini tahun politik, kami menyampaikan apa yang kita lakukan ini transparan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Rabu (19/7/2023) malam.
Ketut pun memastikan bahwa tim penyidik akan mengusut perkara ini tanpa memandang kedudukan pihak-pihak yang terkait.
"Tentunya kita profesional," ujarnya.
Airlangga sendiri, rencananya akan dipanggil lagi pada Senin (24/7/2023) mendatang.
Baca juga: Kejaksaan Agung Pastikan Pemeriksaan Airlangga Hartarto Tak Berkaitan dengan Politik
Dirinya diminta untuk memenuhi pemanggilan sebagai saksi secara pantas di Gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
"Yang dipanggil adalah kewajiban. Semua yang dipanggil saksi adalah kewajiban. Kewajiban hukum dan tidak ada alasan untuk menghindari," ujar Ketut.
Dia pun diharapkan dapat memberikan keterangan sepatutnya, sebagai Menko Perekonomian terkait kebijakan semasa kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik.
Sebab berdasarkan putusan Mahkamah Agung, pelaksanaan kebijakan ekspor CPO dan produk turunannya telah merugikan negara hingga Rp 6 triliun lebih.
"Menggali dari sisi evaluasi kebijakan, dari sisi pelaksanaan kebijakan, karena kebijakan ini sudah merugikan negara cukup signifikan," kata Ketut.
Terkait perkara korupsi minyak goreng ini sendiri, tim penyidik telah menetapkan tersangka korporasi pada bulan lalu, yakni: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Sementara para terdakwa perorangan hasil penyidikan jilid 1, telah divonis hukuman berbeda-beda oleh Majelis Hakim.
Baca juga: Airlangga Hartarto Batal Hadiri Panggilan Kejagung Terkait Kasus Korupsi Minyak Goreng
Mereka ialah: mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.
Pada pengadilan tingkat pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan.
Kemudian dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama.
Sementara dalam tingkat kasasi, Majelis memutuskan untuk memperberat hukuman kelimanya.
Majelis Kasasi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan bagi Indra Sari Wisnu Wardhana.
Kemudian Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Adapun Master Parulian dan Pierre Togar Sitanggang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara Stanley MA menjadi terdakwa yang paling ringan vonis kasasinya, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.