Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yayasan GNS Dorong Penggunaan Restorative Justice untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM 1998

Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera mendorong adanya pengakuan negara terhadap penghilangan nyawa secara paksa dan pemulihan hak–hak para korban tragedi

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Yayasan GNS Dorong Penggunaan Restorative Justice untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM 1998
Ist
Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera mendorong adanya pengakuan negara terhadap penghilangan nyawa secara paksa dan pemulihan hak–hak para korban tragedi 1998 melalui Restorative Justice 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera mendorong adanya pengakuan negara terhadap penghilangan nyawa secara paksa dan pemulihan hak–hak para korban tragedi 1998.

Apalagi sejak peristiwa itu, Indonesia sudah mengalami 5 pergantian Presiden, mulai BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo sampai saat ini nasib Widji Thukul, Herman Hendrawan, Bimo Petrus dan lainnya belum jelas keberadaan atau kuburnya bahkan  hingga Yu Pon, istri Widji Tukul sudah almarhumah luka bangsa ini belum terobati.

Ketua Umum Yayasan Gerak Nusantara Sejahtera, Revitriyoso Husodo mengatakan, pelanggaran HAM akan menimbulkan kerugian yang harus diderita oleh korban maupun oleh keluarga korban sehingga korban merupakan pihak yang harus mendapatkan pemulihan kerugian dari terjadinya pelanggaran HAM.




"Sebagai contoh islah perdamaian yang terjadi di Aceh saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sampai dengan saat ini berjalan dengan damai bahkan banyak perubahan yang siknifikan di tanah Rencong tersebut," kata Revitriyoso Husodo dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).                         

Dikatakannya, pengakuan negara terhadap terjadinya penggaran HAM dan ganti kerugian bagi korban pelanggaran HAM merupakan sesuatu yang selama ini diharapkan dan negara seharusnya bertanggung jawab dan memberikan jaminan hak asasi termasuk hak korban sehingga muncul sebuah pemikiran tentang kemungkinan penerapan restorative justice atau keadilan restoratif dalam pelanggaran HAM.

"Membangun negara kesatuan Republik Indonesia yang sangat besar haruslah mengedepankan kearifan musyawarah dengan mengupayakan islah nasional bagi korban proses Reformasi 1998 dan pelaku pelanggar HAM, sehingga tragedi semacam ini tidak lagi terulang di waktu selanjutnya, maka kami mendorong proses penyelesaiannya dengan cara Restorative Justice," katanya.

Sebagai bangsa yang besar, kata dia harus bertambah dewasa dalam bernegara namun juga harus tegas dalam menjunjung tingi kemanusiaan dalam hal ini kita harus bersikap memaafkan namun tidak melupakan (forgiving but not forgetting).

BERITA TERKAIT

Keadilan restoratif melibatkan pelaku korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama – sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan, alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait.

Baca juga: Aktivis FRD Bantah Isu Pelanggaran HAM Hanya Lima Tahunan karena Punya Kepentingan Politik

"Prinsip dasar restorative justice adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas