Kementerian PPPA: Perubahan Iklim Berdampak pada Kesetaraan Gender
Laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak hanya berpotensi menjadi korban saja, namun juga pelopor dalam upaya mengatasi perubahan iklim
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputy V Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Leny Nurhayanti Rosalin mengatakan bahwa perubahan iklim memberikan dampak yang berbeda kepada laki-laki maupun perempuan.
Pada saat yang sama, laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak hanya berpotensi menjadi korban saja, namun juga pelopor dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Baca juga: Kampanyekan Penyelamatan Lingkungan, ICCEF Bahas Peran Pesantren dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Langkah positif ini dapat dilakukan melalui aksi mitigasi dan adaptasi terkait dengan isu satu ini yang memang telah menjadi concern banyak negara.
Hal ini ia sampaikan dalam Diskusi Nasional kolaborasi Kementerian PPPA dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertajuk 'Gender dan Perubahan Iklim, Menuju The 28th Conference of Parties (COP 28)' pada Senin (31/7/2023).
"Perempuan dan laki-laki berpotensi menjadi korban dari perubahan iklim. Pada saat yang sama, perempuan dan laki-laki berpotensi menjadi champion atau pelopor untuk mengatasi perubahan iklim melalui aksi mitigasi dan adaptasi," kata Leny.
Ia kemudian menjelaskan bahwa dalam High-Level Panel on the 27th Session of the Conference of Parties (COP27) to the UNFCCC yang digelar pada November 2022, pihaknya telah menyampaikan komitmennya untuk tidak hanya meningkatkan peran perempuan dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim saja.
Namun juga melaksanakaan mandat dari Lima Work Programme on Gender (LWPG) di Indonesia dengan 5 prioritas yakni prioritas A berupa pembangunan kapasitas, manajemen pengetahuan dan komunikasi.
Kemudian prioritas B menyoroti keseimbangan gender, partisipasi dan kepemimpinan perempuan.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim di Asia Diprediksi Akan Semakin Parah
Selanjutnya prioritas C terkait koherensi, koordinasi dan penguatan kelembagaan.
Prioritas D mengenai implementasi dan sarana implementasi yang tanggap gender, serta prioritas E mengacu pada pemantauan dan pelaporan.
Pihaknya pun akan memulai penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan pendekatan partisipatori.
"Membentuk Sekretariat Nasional (Seknas) Gender dan Perubahan Iklim untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim serta pelaksanaannya, dengan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait pengendalian perubahan iklim," jelas Leny.
Lalu membentuk Kelompok Kerja Multistakeholder dalam Seknas yang terdiri dari K/L dan unsur lain seperti dunia usaha, lembaga masyarakat, NGO, dan filantropi.
"Dialog nasional ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menyepakati berbagai isu penting perubahan iklim yang dihadapi oleh perempuan seperti ketidakamanan pangan, kesehatan, air bersih, sanitasi, migrasi dan kebencanaan," jelas Leny.
Baca juga: Perubahan Iklim Perparah Krisis Lingkungan di India
Ia pun menyebutkan isu lainnya berbasis gender yang juga penting untuk disorot, mulai dari meningkatnya kekerasan berbasis gender hingga minimnya akses perempuan terhadap sumber ekonomi.
"Isu yang tak kalah penting adalah meningkatnya Gender Based Violence, meningkatnya kemiskinan dan rendahnya akses perempuan terhadap ekonomi dan Sumber Daya Alam, seiring dengan terjadinya bencana akibat perubahan iklim," tegas Leny.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh 100 peserta yang terdiri dari pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil, donor dan filantropi ini, Country Director ADB (Asian Development Bank) untuk Indonesia Jiro Tominaga pun menyambut positif kegiatan ini.
"ADB mengapresiasi pemerintah Indonesia dalam upaya-upaya untuk mengatasi perubahan iklim, menurunkan emisi gas rumah kaca melalui Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim," jelas Jiro.
Ia juga menuturkan bahwa pihaknya mengapresiasi proses penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan melibatkan berbagai aktor pembangunan.
Serta mendukung Kementerian PPPA dalam G20, yang menyampaikan rekomendasi kebijakan pentingnya peran, partisipasi perempuan dalam transisi energi.
"(Kami) mengajak semua pihak untuk bekerja sama mewujudkan kesetaraan gender melalui pemberdayaan perempuan dalam melaksanakan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim," kata Jiro.
Kegiatan diskusi nasional ini merupakan bagian dari pelaksanaan Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim atau Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalu Undang-undang (UU) No 16 Tahun 2016.