Panglima TNI Tegaskan Tak Ada Impunitas, Singgung Perwira Tinggi Korupsi yang Divonis Seumur Hidup
Panglima menegaskan tidak ada impunitas dalam proses hukum yang dilakukan oleh peradilan militer.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meminta masyarakat tidak khawatir dengan proses hukum terhadap mantan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sejak 1 Agustus 2023).
Ia pun menegaskan tidak ada impunitas dalam proses hukum yang dilakukan oleh peradilan militer.
"Tentunya saya minta masyarakat juga tidak khawatir dengan itu. Karena saya lihat dari pembicaraan selama ini seolah-olah TNI kalau salah masuk peradilan militer ada impunitas, tidak ada. Tunjukkan mana impunitas yang diterima oleh prajurit TNI kalau salah," kata Yudo di Mabes TNI Cilangkap Jakarta pada Jumat (4/8/2023).
Ia memastikan proses hukum di lingkungan TNI dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Undang-undang yang dimaksud yakni Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan militer.
TNI, kata dia, tunduk pada hukum yang ada.
Sekadar informasi, menurut Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang dimaksud Yudo, semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI memang harus diadili di peradilan militer.
Tetapi, pada tahun 2004 lahir Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dalam undang-undang tersebut, diatur untuk tindak pidana umum yang dilakukan prajurit TNI diadili di peradilan umum, sedangkan tindak pidana militer yang dilakukan prajurit TNI diadili oleh peradilan militer.
Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 65 ayat (2) UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang berbunyi:
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
Namun, ada pasal lain dalam Undang-Undang tersebut yang menyatakan pasal tersebut baru berlaku apabila sudah ada Undang-Undang tentang peradilan militer yang baru.
Sehingga, sebelum ada undang-undang tentang peradilan militer yang baru maka yang masih berlaku adalah undang-undang tentang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Dengan demikian, sampai saat ini prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di peradilan militer.
Ketentuan yang dimaksud termuat dalam asal 74 ayat (1) dan (2) UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang berbunyi:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.
(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Kalau mau diubah dan sebagainya kita tunduk pada keputusan politik negara. Kita kan melaksanakan ini, ini adalah keputusan politik negara, ya kita laksanakan," kata Yudo.
Yudo bahkan membuka diri apabila masih ada keraguan di masyarakat terkait proses hukum di TNI.
Ia mempersilakan untuk melihat langsung proses hukum di lingkungan TNI.
"Jadi jangan selalu bilang produk Orde Baru, kita semuanya produk Orde Baru. Kita akui atau tidak, produk Orde Baru semuanya. Karena memang saat itu kita lalui semua. Jadi jangan terus menuduh TNI ini produk orde baru. Semua produk Orde Baru, ayo kita akui atau tidak," kata Yudo.
"Tentunya kita sudah berubah sesuai keputusan politik pemerintah. Kita sudah berubah, berubah, da berubah. Kalau nggak percaya. Ya ayo, datanglah ke TNI. Kami pun juga tidak tertutup untuk itu. Untuk berdiskusi, berkoordinasi, bersilaturahmi. Kami sekarang ini sudah terbuka. Jauh dibanding dengan zaman-zaman dulu. Kami sudah generasi-generasi penerus," sambung dia.
Saat ini, kata dia, generasinya lah yang telah menjadi pimpinan-pimpinan TNI.
Pimpinan-pimpinan TNI saat ini, kata dia, tunduk pada keputusan politik negara (terkait undang-undang yang mengatur TNI,-red).
"Bahkan ada keputusan (peradilan militer yang menjatuhkan vonis) seumur hidup di 2016," kata dia.
Tercatat, Brigjen TNI Teddy Hernayadi yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Militer Tinggi II Penggilingan Jakarta Timur pada Rabu (30/11/2016) silam.
Ia divonis bersalah dalam kasus korupsi di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Mengenakan pakaian militer, Teddy menjalani sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Brigjen TNI Deddy Suryanto.
Teddy terlibat dalam kasus korupsi di Kementerian Pertahanan sejak 2010 hingga 2014 yang merugikan negara sebesar 12 juta dollar Amerika Serikat.