Delegasi Indonesia Siapkan Diri untuk Perundingan Konferensi Iklim Dunia di Dubai
Paviliun Indonesia pada COP28 nanti mampu merefleksikan kepentingan Indonesia dengan tetap memperhatikan dan mendukung pilihan tema Presidensi.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Conference of the Parties (COP) ke 28 atau Konferensi Para Pihak anggota The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim akan segera dilangsungkan di Dubai, Persatuan Emirat Arab pada akhir November tahun ini.
Konferensi Tingkat Tinggi bidang Perubahan Iklim di Dubai ini menjadi momentum penting bagi seluruh Pihak dalam aksi pengendalian peningkatan suhu bumi global dan sebagai peluang utama untuk fokus pada agenda iklim melalui course correct di adaptasi, pendanaan iklim, dan loss and damage.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, memberikan bekal sebagai persiapan para Delegasi Republik Indonesia menghadapi berbagai perundingan di COP28 Dubai, di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Dalam arahannya, Menteri Siti menjelaskan bahwa suasana COP 28 diiringi dengan persoalan dunia yaitu Triple planetary crisis yang meliputi perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Baca juga: KLHK Gandeng Generasi Muda dalam Kontribusi Aksi Iklim Melalui Pojok Iklim Goes to Campus
Persoalan tersebut menjadi tantangan global yang sedang dihadapi saat ini dan memerlukan kolaborasi serta kerjasama baik bilateral maupun multilateral guna mempertahankan masa depan yang tetap layak-huni yaitu planet Bumi.
“Ketiga persoalan itu, bila didalami maka ultimate masalahnya adalah indikasi kerusakan atmosfir baik dengan simpton hilangnya biodiversity, ataupun dahsyatnya polusi, yang ujungnya adalah kerusakan atmosfir, dengan peningkatan emisi gas rumah kaca di tingkat global dan terjadinya perubahan iklim,” ungkap Menteri Siti.
Berdasarkan laporan IPCC, sains memberi tahu kita bahwa dunia harus mengurangi emisi sebesar 45 persen pada tahun 2030 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.
Namun, menurut komitmen NDC dari Para Pihak yang dikompilasi UNFCCC tahun 2022 emisi global akan meningkat hampir 14 % selama dekade ini, dan data UNFCCC tahun 2023 memperlihatkan kebijakan saat ini membawa dunia ke kenaikan suhu 2,8°C pada akhir abad ini.
Bahkan, baru sebulan lalu, dunia memecahkan rekor suhu udara permukaan rata-rata global harian selama 4 hari berturut-turut pada tanggal 3 hingga 6 Juli 2023. Semua hari sejak saat itu menjadi lebih panas dari rekor sebelumnya yaitu 16,80°C yang ditetapkan pada 13 Agustus 2016.
Hari terpanas terjadi pada 6 Juli 2023, ketika suhu rata-rata global mencapai 17,08°C, dan nilai yang tercatat pada 5 dan 7 Juli 2023 berada dalam kisaran 0,01°C.
Penyusunan SNDC
Indonesia, meski telah menyampaikan peningkatan target reduksi emisi GRK melalui ENDC tadi, namun dengan pemahaman seruan sains di atas dan berbagai pertimbangan lain, Indonesia telah memulai penyusunan Second National Determined Contribution (SNDC) yang akan selaras dengan Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050 dengan visi iklim Indonesia untuk mencapai net-zero emission di 2060 atau lebih cepat.
Diharapkan Indonesia dapat menyampaikan submisi SNDC ke UNFCCC pada tahun 2024.
“Saya perlu menegaskan disini bahwa ENDC kita dibangun dalam orientasi kita menuju kondisi penuruan 1,5 °C, maka dengan exercise yang detil kita mendapatkan angka 43,2 % kondisi CM 2 pada 2030. Angka itu kira-kira sama dengan target USA yaitu 43%. Dan data penurunan emisi GRK Indoneisa dalam record IGRK kita tercatat penurunan sebesar 47,28% pada tahun 2020 dan 43,82% pada tahun 2021. Prakiraan pada tahun 2022 bisa lebih baik dengan indikasi karhutla yang lebih baik tertangani di tahun 2022,” tegas Menteri Siti.