Wakil Kepala BPIP: Pendidikan yang Bebas dari Kekerasan Merupakan Penerapan Pancasila in Action
Wakil Kepala BPIP menghadiri acara Merdeka Belajar Epidode ke-25: "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan".
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Drs. Karjono S.H., M.Hum. menghadiri acara Merdeka Belajar Epidode ke-25: "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan" yang diadakan pada hari Selasa (8/8/2023) di Gedung A Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pada kesempatan ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan Peraturan Menteri Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).
Wakil Kepala BPIP menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya pendidikan yang bebas dari kekerasan sebagai implementasi konsep Pancasila dalam Tindakan (Pancasila in Action). "Merdeka Belajar" dipandang sebagai langkah transformatif dalam dunia pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul melalui pembentukan Profil Pelajar Pancasila.
Dalam rangka menciptakan Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Indonesia telah menetapkan enam elemen dalam Profil Pelajar Pancasila melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020. Elemen-elemen ini mencakup akhlak mulia, semangat kebhinekaan global, kemandirian, kerjasama bergotong royong, kemampuan berpikir kritis, dan kreativitas.
Baca juga: BPIP dan Mahasiswa Gelar Aksi Pancasila Lawan Stunting di Magelang
Karjono menambahkan, Profil Pelajar Pancasila ini termasuk perwujudan "Pancasila in Action," di mana pelaksanaan nilai-nilai Pancasila terwujud dalam pengajaran yang mengedepankan praktek (70 persen) dibandingkan teori (30 persen), hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Lebih lanjut, Wakil Kepala BPIP ini menyoroti keadaan darurat kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurut Menteri Pendidikan, sekitar 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen mengalami perundungan. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 2133 pengaduan kekerasan di antaranya, dengan 20 persen melibatkan anak laki-laki dan 25,4 persen melibatkan anak perempuan usia 13-17 tahun.
Tidak hanya menjadi perhatian nasional, masalah kekerasan dan diskriminasi di lingkungan pendidikan juga mendapat sorotan dari pemimpin dunia. Perlunya mengurangi kekerasan, perlakuan kejam, dan eksploitasi terhadap anak-anak menjadi fokus global.
Baca juga: Hadir di Jember, Kepala BPIP Berharap Pancasila Diimplementasikan dengan Baik oleh Mahasiswa
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan berbagai pihak terlibat dalam merancang regulasi yang efektif. Hasil dari upaya ini adalah Peraturan Menteri No. 46 Tahun 2023, yang menegaskan perlindungan anak di bawah usia dan memberikan perlindungan khusus bagi anak dalam situasi tertentu, seperti korban kekerasan atau penyandang disabilitas. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya dan memberikan definisi yang lebih jelas tentang berbagai bentuk kekerasan, termasuk fisik, psikis, perundungan, seksual, serta diskriminasi dan intoleransi.
Peraturan ini mewajibkan perlindungan anak di bawah usia serta memberikan perlindungan khusus bagi anak yang berada dalam situasi khusus, seperti korban kekerasan dan penyandang disabilitas. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015, dan memberikan definisi yang jelas serta pembatasan yang lebih tegas terkait bentuk kekerasan yang meliputi fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoleransi, dan kebijakan yang bersifat kekerasan.
Baca juga: Hadiri Bootcamp TNI AD to Gen Z 2023, Wakil Kepala BPIP Ajak Lestarikan Pancasila
Acara "Merdeka Belajar: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan" mendorong kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk orang tua, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan manusiawi. Ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata, serta menciptakan generasi muda Indonesia yang berdaya saing dan berkarakter.
Kegiatan Merdeka Belajar Episode ke-25 "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan" merupakan kegiatan Kemendikbudristek yang melibatkan sejumlah instansi, antara lain Kemendagri, Kementerian Sosial, Kementerian PPPK, BPIP, Komnas HAM, Universitas Indonesia dan kementerian terkait, serta organisasi kemasyarakatan.(*)