Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Kaget Kontrak Proyek BTS 4G Berubah 7 Kali dalam 5 Bulan

Elvano Hatorangan mengakui ada tujuh kali adendum kontrak terkait proyek pembangunan menara BTS 4G.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hakim Kaget Kontrak Proyek BTS 4G Berubah 7 Kali dalam 5 Bulan
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Sidang lanjutan korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemenkominfo, Elvano Hatorangan, mengakui ada tujuh kali adendum kontrak terkait proyek pembangunan menara BTS 4G.

Hal ini disampaikan Elvano saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Kemenkominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Sidang menghadirkan saksi terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli HUDEV UI Yohan Suryanto.

Hakim Ketua Fahzal Hendri mulanya bertanya kepada saksi apakah ada adendum kontrak dalam proyek BTS 4G.

"Ada adendum kontrak?" tanya hakim.

"Ada, adendum pertama itu di bulan Agustus 2021," jawab Elvano.

Berita Rekomendasi

"Apa yang diadendum?" tanya hakim lagi.

Elvano pun menerangkan adendum pertama terkait perubahan lokasi, kemudian perubahan termin dari semula 20-80 menjadi 20-45 dan sisanya di akhir BAPHP atau Berita Acara Penerimaan Hasil Pekerjaan.

Ia menjelaskan sejak bulan Agustus - Desember 2021, terjadi perubahan cara pembayaran dalam kontrak hingga tujuh kali amandemen.

"Total ada tujuh kali amendemen sampai Desember 2021," kata Elvano.

Hakim kemudian menyebut tujuh kali adendum menandakan hampir tiap bulan terjadi perubahan kontrak kerja proyek BTS 4G.

"Itu hampir tiap bulan diubah pak. Kontrak kerjanya hampir tiap bulan. Itu ajalah kerja PPK, mengubah-ubah kontrak dengan vendor," kata hakim.

Elvano pun mengatakan seringnya perubahan kontrak kerja karena berkaitan dengan lokasi yang juga berubah, serta perubahan termin sebanyak tiga kali.

"Sebagian besar karena perubahan lokasi, ada juga perubahan termin sekitar tiga kali," jawab dia.

Hakim lalu menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak kredibel dan tak lolos kualifikasi karena perubahan termin pembayaran selalu berubah.

"Itu perusahaan apa itu, ndak kredibel itu Pak, ndak qualified, tidak mampu sebetulnya dia dari segala sisi tidak mampu. Sisi finansialnya tidak mampu, kenapa? Awalnya aja termin diubah, 20 persen awal, lama-lama, berubah sampai tujuh kali, capek lah saudara tanda tangan, addendum sampai tujuh kali," ungkap hakim.

Dalam perkara ini, Johnny, Anang, dan Yohan telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS bersama tiga terdakwa lainnya, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Terdakwa Johnny G Plate bersama Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian negara atau ekonomi negara sebesar Rp8,032 triliun.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Johnny memperkaya diri dengan nilai mencapai Rp17,8 miliar.

Adapun dalam dakwaannya, jaksa menyatakan terdakwa Johnny G Plate dalam menyetujui perubahan dari dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan, serta tanpa adanya kajian pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun BAKTI dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA).

Jaksa menyebut Plate mengetahui progres pekerjaan penyediaan BTS 4G bahwa pekerjaan tersebut alami keterlambatan atau deviasi minus rerata 40 persen, dan dikategorikan sebagai kontrak kritis.

Namun terdakwa tetap menyetujui usulan atau langkah yang dilakukan Anang Achmad Latif untuk menggunakan instrumen Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.05/2021 yakni membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan Bank Garansi dan memberi perpanjangan pekerjaan hingga 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menuntaskan pekerjaannya.

Kemudian pada 18 Maret 2022 dalam rapat di Hotel The Apurva Kempinski Bali Nusa Dua, dilaporkan bahwa pekerjaan belum selesai pada Maret 2022. Namun terdakwa meminta Anang selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk tidak memutus kontrak, dan justru meminta perusahaan konsorsium melanjutkan pekerjaan.

Padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022.

Jaksa juga menyatakan bahwa Plate meminta uang kepada mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif sebesar Rp500 juta per bulan dari Maret 2021 - Oktober 2022.

Padahal uang yang diserahkan kepada Plate berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5.

Dalam surat dakwaannya juga, jaksa menyebut terdakwa mendapat fasilitas bermain golf sebanyak 6 kali dengan nilai mencapai Rp420 juta.

Selain itu pria kelahiran Ruteng, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini juga memerintahkan mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif untuk mengirimkan uang demi kepentingan pribadinya, diantaranya:

1. Pada April 2021, sebesar Rp200.000.000,00 kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur;

2. Pada Juni 2021, sebesar Rp250.000.000,00 kepada Gereja GMIT di Provinsi Nusa Tenggara Timur;

3. Pada Maret 2022 sebesar Rp500.000.000,00 kepada Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus;

4. Pada Maret 2022 sebesar Rp1.000.000.000,00 kepada Keuskupan Dioses Kupang.

Terdakwa juga sekitar tahun 2022 menerima uang sebanyak 4 kali dengan total Rp4 miliar dari Irwan Hermawan dengan rincian masing-masing penerimaan sebesar Rp1 miliar yang dibungkus kardus dan diberikan melalui Windi Purnama kepada Welbertus Natalius Wisang atas perintah Anang.

Uang tersebut kemudian diserahkan oleh Welbertus kepada terdakwa sebanyak 3 kali di ruang tamu rumah pribadi terdakwa di Jl. Bango 1, Cilandak, Jakarta Selatan, dan 1 kali di ruang kerja terdakwa di Kantor Kemenkominfo.

Adapun sub kontraktor jasa instalasi pembangunan menara BTS 4G dijelaskan jaksa, merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan terdakwa Johnny G Plate dan pihak internal Kemenkominfo.

Mereka yang terafiliasi diantaranya:

1. PT Sahabat Makna Sejati yang menjadi Sub Kontraktor di Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan perusahaan milik dari kakak Samuel Pangerapan yang merupakan Dirjen Aptika di Kemkominfo.

2. PT Mangunjaya Eco Dinamic yang menjadi salah satu Sub Kontraktor di Paket 4 dan 5 kuasa direkturnya adalah Lukas Hutagalung yang merupakan teman sekolah mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.

3. PT Rambinet Digital Network bertindak sebagai subkontraktor (supplier) penyediaan NMS VSAT (PRTG) pada paket 4 dan 5 dengan PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS). Direkturnya adalah Yohan Suryanto yang merupakan Tenaga Ahli HUDEV UI.

4. PT Vata Daya Laksana dan PT Visitel merupakan milik atau terafiliasi dengan anak-anak dari Muklis Muchtar yang merupakan teman Terdakwa Johnny G Plate.

Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas