Sepak Terjang Paulus Tannos, Buronan KPK yang Lihai, Ubah Identitas dan Ganti Kewarganegaraan
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernama Paulus Tannos termasuk lihai.
Tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik ini sempat terlacak oleh KPK di Thailand.
Namun yang bersangkutan telah ganti nama menjadi Thian Po Tjhin.
Eks Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ini juga ganti kewarganegaraan menjadi warga Afrika Selatan.
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Namun sejak itu, dia kabur ke luar negeri.
KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021.
Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka.
KPK pun sebelumnya telah mendeteksi keberadaan Paulus Tannos.
Pada Agustus 2022, KPK memasukkan nama Paulus Tannos ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kasus e-KTP ini merugikan negara hingga sekitar Rp 2 triliun.
KPK Bingung
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengaku bingung bagaimana Tannos bisa berganti nama dengan mudah.
"Informasi yang kami peroleh memang kemudian ada pergantian nama dari yang bersangkutan, sehingga secara dokumen administrasi ada miss nama yang kami cari dengan nama yang sudah berubah itu," kata Ali, Sabtu (28/1/2023).
Tak hanya itu, Ali juga pernah menyebut bahwa Paulus telah mendapatkan paspor baru dari negara lain.
Terdeteksi di Thailand
Awal tahun ini, Paulus Tannos disebut terdeteksi di Thailand.
Sayangnya, KPK gagal menangkapnya karena red notice dari Interpol terlambat diterbitkan.
Red notice merupakan permintaan penegak hukum untuk mencari dan menahan sementara seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat itu mengatakan, pihaknya tidak mengetahui penyebab keterlambatan penerbitan red notice.
Menurutnya, pengajuan DPO sudah lebih dari lima tahun, tetapi pihak Interpol belum menerbitkannya.
"Kemarin Paulus Tannos nasibnya sudah bisa diketahui tetapi ada beberapa kendala, yang bersangkutan ternyata proses penerbitan red notice-nya terlambat," kata Karyoto.
Siapa yang Bantu Kabur?
KPK menduga ada pihak yang berupaya merintangi atau menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.
Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.
"Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).
Komisi antikorupsi heran Paulus Tannos bisa berganti identitas.
Itu menimbulkan kecurigaan ada pihak yang membantu dalam perubahan identitas dan kewarganegaraan tersebut.
Kecurigaan ini makin besar karena pergantian identitas harusnya tak bisa dilakukan saat Tannos di luar negeri.
Terlebih ada dokumen yang harus diurus dan perlu putusan pengadilan terkait pergantian nama.
"Ada proses-proses hukum yang perlu, ya," kata Ali.
KPK memastikan akan mendalami proses perubahan itu.
"Ini yang terus kami dalami dan analisis ya, apakah perubahan namanya dilakukan ketika dia berada di dalam negeri misalnya, ataukah ada pihak-pihak yang sengaja kemudian membantu mengubah namanya," ujar Ali.
KPK menegaskan akan mempertimbangkan langkah hukum bagi pihak yang membantu Paulus selama pelarian termasuk untuk mengubah identitas.
Sebab, mereka dianggap menggagalkan penangkapan buronan karena perbuatannya.
Sebenarnya, kata Ali, tim KPK sudah menemukan Paulus di negara tetangga Indonesia.
Saat tim itu melakukan pencocokan ciri-ciri hingga wajah orang yang ditemukan sudah sesuai dengan buronan yang dikejarnya.
Namun, Tanos saat itu tak bisa ditangkap karena identitasnya berbeda.
KPK mengungkap Paulus Tannos sudah tak lagi memegang paspor Indonesia.
Paulus Tannos kini berpaspor salah satu negara di Afrika Selatan dan memiliki nama yang berbeda.
Lantaran sudah berganti kewarganegaraan dan nama, KPK gigit jari tak dapat memboyong pulang Paulus ke Tanah Air.
"Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya," kata Ali.