Perburuan DPO KPK Paulus Tannos Terhalang Perjanjian Ekstradisi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kendala dalam upaya penangkapan buron Paulus Tannos.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kendala dalam upaya penangkapan buron Paulus Tannos.
Penangkapan terkendala dengan adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan negara tempat persembunyian tersangka kasus korupsipengadaan e-KTP tersebut.
"Yang jelas itu kan keberadaan yang bersangkutan sudah diketahui di negara tetangga. Kita belum punya perjanjian ekstradisi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (16/8/2023).
Yang bisa dilakukan KPK, sebut Alex, ialah melakukan pemeriksaan di negara tempat persembunyian Paulus Tannos.
Untuk itu, KPK akan berkoordinasi dengan otoritas negara tersebut untuk melakukan pemeriksaan terhadap Paulus Tannos.
"Paling yang bisa kita lakukan minta bantuan otoritas setempat, misalnya kalau kita mau periksa, bisa enggak kita melakukan pemeriksaan, udah lah di sana," kata Alex.
"Karena kan kita enggak bisa juga menjemput paksa, kan gitu. Kecuali yang bersangkutan secara sukarela mau. Kayak dulu Gayus (Gayus Tambunan, red) kan, kita ke sana. Kan seperti itu kejadiannya," ujar Alex menambahkan.
Sekadar informasi, Paulus Tannos telah menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) KPK sejak 19 Oktober 2021.
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada tanggal 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Adapun KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021. Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka.
Baca juga: DPO Kasus e-KTP Paulus Tannos Punya Dua Kewarganegaraan, Ingin Cabut Status WNI
Sebelum ini, KPK juga sudah memproses hukum sejumlah orang dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik.
Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.
Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.