Wacana Amandemen UUD 1945, Presiden Jokowi: Sebaiknya Setelah Pemilu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa wacana Amandemen UUD 1945 sebaiknya dilakukan setelah Pemilu 2024.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa wacana Amandemen UUD 1945 sebaiknya dilakukan setelah Pemilu 2024.
Pasalnya kata Jokowi sekarang ini sudah memasuki tahapan Pemilu.
"Ini kan proses pemilu ini sedang berproses dalam waktu dekat kita sudah Pemilu sudah Pilpres Pileg sehingga ya menurut saya sebaiknya proses (Amandemen) itu setelah setelah ya setelah pemilu," kata Jokowi usai peringatan hari konstitusi dan Hari ulang Tahun MPR Ke-78 di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (18/8/2023).
Sementara itu terkait Pokok-pokok Haluan Negara kata Jokowi sangatlah penting untuk memberikan panduan dalam menjalankan program pembangunan. Namun Presiden berharap PPHN tetap memberikan fleksibilitas bagi eksekutif atau pemerintah dalam menjalankan pembangunan.
"PPHN ini kan penting untuk memberikan arah panduan karena disitu ada pokok pokok haluan tapi sekali lagi tadi saya sampaikan kan memang PPHN tadi ketua MPR menyampaikan memang berisi filosofis tidak detail sehingga memberikan fleksibilitas kepada eksekutif," katanya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, idealnya MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah dilakukan sebanyak 4 kali.
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR 2023.
Dalam kesempatan ini, Bamsoet juga menyinggung pidato Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, yang pernah menyebut demikian.
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Terkait hal ini, Bamsoet menyinggung soal pelaksanaan pemilu lima tahun sekali yang merupakan perintah langsung Pasal 22E UUD 1945.
Dalam aturan itu secara tegas mengatur bahwa pemilu dilaksanakan mutlak lima tahun sekali.
Namun, ia menilai bisa saja timbul persoalan jika menjelang pemilu terjadi sesuatu yang di luar dugaan.
Termasuk jika terjadi bencana alam berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai konstitusi.
"Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?" ujar Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.