Pengadilan Niaga Dinilai Tidak Berwenang Mengurusi Warisan Orang yang Sudah Meninggal Dunia
Advokat Damianus Renjaan berpendapat pengadilan niaga dinilai tidak berwenang mengurusi warisan orang yang sudah meninggal dunia.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kembali melanjutkan sidang perkara Nomor 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA. JKT.PST pada Senin (21/8/2023).
Sidang lanjutan yang dipimpin hakim Dewa Ketut Kartana dengan dua anggota, yakni Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe ini dengan agenda penyerahan bukti para pihak.
Perkara PKPU yang dimohon Ketua Umum Kadin Pusat Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat (Arsjad Rasjid) dan tiga pemohon lainnya meminta bonus Rp 700 miliar kepada PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (Persero) ini diharapkan berjalan sesuai ketentuan hukum dan majelis hakim menjadi pengadil yang profesional.
Harapan ini disampaikan advokat Damianus Renjaan yang mewakili kliennya yang menjadi ahli waris PT Krama Yudha yakni Rozita Binte Puteh dan Ery Rizly Bin Ekarasja.
“Klien kami selaku Termohon PKPU I dan II dalam perkara ini untuk kesekian kalianya meminta majelis hakim agar tidak gegabah mengabulkan permohonan PKPU karena klien kami adalah ahli waris yang tidak mengetahui Akta Nomor 78 yang menjadi dasar tuntutan utang,” beber Damianus kepada wartawan kemarin.
Damianus juga berpendapat seharusnya pengadilan niaga tidak berwenang mengurusi warisan orang meninggal dunia, dalam hal ini Almarhum Eka Rasja Putra Said yang meninggal dunia dan karena itu perkara ini dinilai prematur.
Baca juga: Gugatan Merek Gen Halilintar ke Pengadilan Niaga Tertunda, Sudah Didahului Produsen Kaus Kaki
Alm Eka tercatat sebagai mantan pemegang saham sekaligus mantan pimpinan tertinggi PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors.
Ia meninggal dunia pada September 2022 meninggalkan seorang istri yang sah yakni Rozita Binte Puteh dan anak di antaranya Ery Rizly Bin Ekarasja.
Kepergian Alm Eka inilah yang memunculkan gugatan bonus Rp 700 miliar dari pihak Arsjad Rasjid dan tiga pihak lainnya yang menurut pihak Rozita dan Ery, tidak layak secara hukum dan belum layak untuk disidangkan.
Pihak Termohon berpendapat pengadilan niaga tidak boleh serta merta menetapkan sebuah utang orang yang telah meninggal dunia karena belum ada penetapan ahli waris.
Menurut Damianus, Rozita dan Ery diketahui belum ditetapkan sebagai ahli waris yang sah sebab sedang menunggu proses penetapan ahli waris di PN Jakarta Selatan.
“Pengadilan niaga harus objektif. Harusnya tunggu dululah sampai ada penetapan ahli waris dan tunggu sampai selesainya sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang keabsahan akta Nomor 78 yang menjadi dasar tuntutan utang oleh para Pemohon PKPU. Harus diingat, syarat PKPU berdasarkan pasal 222 ayat (1) dan (3) jo Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 adalah utang tersebut harus dibuktikan secara sederhana, sementara perkara ini, tidak sederhana, ya mulai dari siapa ahli waris, bagaimana kedudukan akta-nya, apakah sebagai perjanjian utang-piutang atau hanya pemberian secara sukarela (bonus), lalu apakah akta ini berlaku atau dibebankan pada ahli waris,” ujar Damianus.
Rozita dan Ery yang saat ini tinggal di luar negeri dan berstatus sebagai warga negara asing, menurut dia, mulanya tidak tahu dengan Akta 78.
Keduanya kaget ditagih permintaan bonus Rp 700 miliar namun setelah mereka membaca dan mendalami akta 78 tersebut, ibu dan anak ini akhirnya mengetahui isinya, ternyata tidak sesuai tuntutan para pemohon.
Baca juga: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Cabut Status PKPU Produsen Sepatu Bata