Skripsi Tidak Lagi Wajib, Pengamat Pendidikan UIN Jakarta Sampaikan Alternatif
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim ungkap ke depan mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa bebas skripsi.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim ungkap ke depan mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa bebas skripsi.
Sedangkan bagi mahasiswa jenjang S2 dan S3, sudah tidak wajib unggah jurnal yang sudah dikerjakan.
Hal ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Terkait hal ini, Pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah sampaikan alternatif yang bisa menjadi pengganti skripsi.
Pertama, publikasi artikel atau jurnal.
"Kalau selama ini misalnya, mahasiswa harus menyusun skripsi, katakanlah 40-50 halaman, tesis 100 halaman, disertasi 200 halaman. Bisa saja alternatif itu satu mereka publikasi jurnal," ungkapnya pada Tribunnews, Rabu (30/8/2023).
Publikasi artikel jurnal bisa hanya 10-15 halaman.
Sehingga hemat dari sisi ekonomi dan sangat memangkas konsumsi kertas di dalam dunia akademisi.
Alternatif kedua, mahasiswa kerja praktik lapangan di perusahaan industri, lembaga pendidikan atau pemerintahan.
Selain melakukan pengabdian pada masyarakat, mahasiswa belajar mempraktikkan sebuah teori.
Mahasiswa juga bisa menulis laporan dari kerja lapangan dan pengabdian masyarakat tersebut.
Dan format dari laporan tersebut ditentukan oleh kampus.
Ketiga, menurut Jejen alternatif paling ideal adalah mahasiswa melahirkan produk, projek atau mini riset.
Baca juga: Nadiem Tak Wajibkan Skripsi, P2G: Bukan Hal Baru di Perguruan Tinggi
Di sisi lain ia pun mengungkapkan mahasiswa perlu mengikuti mata kuliah khusus keahlian tertentu.
Serta, mengikuti pelatihan keterampilan sesuai keahlian prodi.
"Alternatif itu bisa dilakukan oleh kampus. Dan sesungguhnya ini memangkas kegiatan akhir yang kadang-kadang membuat mahasiswa lama kuliah," jelas Jejen.
Lebih lanjut Jejen mengatakan jika kebijakan ini akan berdampak pada percepatan penyelesaian studi.