MUI dan PGI Kritik Usulan Kepala BNPT soal Pemerintah Lakukan Kontrol terhadap Tempat Ibadah
MUI dan PGI tegas menolak usulan Kepala BNPT agar pemerintah memberikan kontrol terhadap tempat ibadah.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
MUI Sebut Usulan Kepala BNPT Langkah Mundur
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menganggap bahwa usulan Rycko tersebut adalah langkah mundur dan tidak sesuai prinsip demokrasi.
"Oleh karena itu jika Kepala BNPT mengusulkan agar rumah ibadah diawasi dan dikontrol oleh pemerintah ini jelas sebuah langkah mundur dan mencerminkan cara berfikir serta bersikap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan selama ini secara bersusah payah," katanya dalam keterangan tertulis pada Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Bangun Ketahanan Masyarakat Dari Radikalisme, BNPT Dapat Dukungan Komisi III DPR
Anwar juga menganggap Rycko memiliki cara berpikir layaknya tiran dan despotisme dengan usulan yang mengedepankan pendekatan keamanan alih-alih pendekatan secara dialogis, objektif, dan rasional.
"Cara-cara kepemimpinan seperti ini biasanya dipergunakan orang dalam kepemimpinan yang bersifat otoritarianisme dan itu sudah jelas tidak sesuai jiwa dan semangatnya dengan falsafah dan hukum dasar negara kita yaitu Pancasila dan UUD 1945," jelasnya.
Selain itu, Anwar mengatakan jika usulan Rycko tersebut diterapkan, maka telah melanggar pasal 28 E ayat 3 dan pasal 29 ayat 2 UUD 1945.
"Jadi kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi," jelasnya.
PGI: Usulan Kepala BNPT Tunjukkan Sikap Frustrasi Pemerintah Tak Mampu Atasi Radikalisme
Ketua Umum Perserikatan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom mengatakan usulan Rycko adalah langkah mundur dari proses demokratisasi yang tengah diperjuangkan bersama pasca Reformasi 1998.
"Kita sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi kita sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah," kata Gultom dikutip dari laman PGI.
Gultom juga menilai usulan pengawasan terhadap tempat ibadah beserta tokoh agama yang menyampaikan khotbah adalah wujud frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme di Indonesia.
Baca juga: Momen Abu Bakar Baasyir Ikut Upacara di Ponpes Al Mukmin Ngruki, Undang BNPT, Polisi dan TNI
Gultom pun menyoroti masalah sebenarnya yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kurang tegasnya pemerintah dalam menghadapi ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat.
Selain itu, dirinya juga menilai perilaku intoleran yang disertai tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama kerap luput dari tindakan hukum negara.
"Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan," katanya.