Dewan Pakar Habibie Center: KPK Harus Kerja Keras Wujudkan Pemilu Bersih
Indria Samego menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus kerja keras mewujudkan pemilu bersih
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pakar Habibie Center, Prof. Indria Samego menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus kerja keras mewujudkan pemilu bersih sebagai upaya untuk menekan praktik korupsi politik.
Hal itu disampaikannya sesaat setelah kegiatan Launcing Survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) bertajuk "Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih" di Jakarta, Rabu, 6 September 2023.
Ia menjelaskan, dari hasil survei politik LPI yang memotret kalangan kelas menengah intelektual terlihat bahwa Pemilu 2024 sangat rawan terjadinya korupsi yang tentu akan berimbas pada korupsi politik.
“Apapun risiko yang akan ditempuh oleh KPK untuk memberantas korupsi politik di Indonesia, lembaga anti rasuah ini harus kerja keras mewujudkan pemilu bersih. Sebab di situlah pintu masuk terjadinya korupsi politik. Melihat survei LPI, mayoritas kelas menengah intelektual meyakini bahwa pemilu 2024 pasti akan dipenuhi oleh praktik korupsi dan kolusi dalam berbagai modus,” jelasnya.
Menurutnya, apa yang akan dilakukan KPK tentu saja tidak sepi dari risiko terlebih memasuki musim pemilu 2024. Entah tekanan politik maupun opini yang dibangun untuk melemahkan institusi anti rasuah.
“Itu sebabnya, publik perlu memberikan dukungan dan KPK harus tetap bekerja dalam konstruksi hukum yang berlaku serta tidak perlu takut dengan tekanan politik,” sambungnya.
Guna mewujudkan pemilu bersih, Prof Indria berharap agar KPK dapat membangun kolaborasi dengan banyak pihak, seperti PPATK, BPK, BPKP maupun institusi penyelenggara serta pengawas pemilu.
Dari data survei, sebesar 60,25 persen responden mempercayai KPK dapat mengambil peran aktif dan berkolaborasi dengan banyak pihak.
Mayoritas responden menilai, pemilu merupakan momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik.
Dari data survei terlihat bahwa modus korupsi berpotensi terjadi pada penyalahgunaan kewenangan jabatan. Sebanyak 40,55% responden menilai bahwa aktor politik atau politisi yang tengah menjabat sebagai pejabat publik sangat rawan memanfaatkan kuasanya untuk kepentingan politik elektoral.
Baca juga: Sudah Direncanakan Tak Dimuat di PKPU, Kini KPU Kembali Akomodir LPSDK untuk Pemilu 2024
Survei LPI digelar pada 20-31 Agustus 2023 terhadap 934 responden yang merupakan kelas menengah intelektual. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei ini menggunakan purposive sampling di mana subjek yang diambil oleh peneliti sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Sementara kelas menengah intelektual yang dimaksud dalam survei ini adalah kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengawasi kinerja KPK serta memiliki harapan yang besar terhadap perbaikan kondisi hukum di Indonesia terutama dalam hal pemberantasan korupsi.
Kelas menengah intelektual terdiri dari para ahli/pengamat, dosen/pakar, akademisi, peneliti, anggota LSM/NGO, aktivis/pegiat antikorupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.