Rencana Peralihan Ekspor CPO ke Luar Eropa, Komisi VI DPR: Langkah Menteri Bahlil Sudah Benar
Bahlil Lahadalia, dengan tegas mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap Uni Eropa dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor CPO.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam beberapa waktu terakhir, Uni Eropa telah menjadi pusat perhatian utama dalam kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia, terutama soal ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO).
Menteri Investasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dengan tegas mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap Uni Eropa dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor CPO.
Sementara Uni Eropa dan Indonesia tetap berada dalam perseteruan mengenai regulasi ekspor CPO ini, langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk mencari alternatif pasar dan meningkatkan keberlanjutan industri minyak sawit menjadi semakin penting.
Terkait dengan hal ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung, memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil oleh Menteri Bahlil Lahadalia terkait dengan sikap Uni Eropa yang terus persulit Indonesia dan negara-negara ASEAN penghasil minyak kelapa sawit.
"Menurut saya itu benar. Sudah saatnya Indonesia mencari alternatif pasar selain Uni Eropa untuk produk sawit dan turunannya," kata Martin Manurung, dalam keterangannya Selasa (12/9/2023).
Martin Manurung menyatakan bahwa kekesalan yang disampaikan Menteri Bahlil merupakan wujud pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas masalah yang dihadapi Indonesia dalam menjalankan ekspor CPO, yang mana CPO merupakan salah satu komoditas unggulan dalam negeri.
"Komitmen untuk menjaga keberlangsungan ekonomi dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh sektor minyak sawit merupakan salah satu prioritas utama bagi Indonesia," ucap legislator Partai NasDem itu.
Sebagai negara produsen terkemuka dunia dalam industri minyak sawit, kata Martin, Indonesia harus mengambil langkah-langkah bijaksana untuk menghadapi hambatan yang ada, dan mencari solusi yang mendukung pertumbuhan ekonomi negara ini dalam jangka panjang.
"Sembari itu, kerja sama internasional dan diplomasi tetap menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat," ujarnya.
Martin mengatakan, CPO bukan hanya sekadar komoditas ekspor biasa, melainkan juga menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, memberikan lapangan kerja kepada ribuan petani kelapa sawit, dan mendukung perekonomian nasional.
Sebab itu, perhatian terhadap hambatan ekspor CPO sangat penting untuk keberlangsungan sektor ini.
Indonesia dan Malaysia, dua negara anggota ASEAN yang secara bersama-sama memproduksi 85 persen dari total CPO dunia, pasti akan merasakan dampak dari permasalahan ini.
Martin Manurung menegaskan bahwa kesatuan ASEAN dalam menghadapi Uni Eropa dalam konteks ini akan memiliki dampak yang signifikan.