Pengamat Soroti Putusan PKPU yang Ahli Warisnya Berstatus WNA dan Bukan Soal Utang
Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Trubus Rahadiansyah sampaikan Putusan Nomor 226 tak bisa dilaksanakan karena status para PKPU Sementera adalah WNA.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sekaligus Direktur Utama PT Indika Energy Tbk, Arsjad Rasjid Cs, melawan Rozita dan Ery Said, yang merupakan istri dan anak dari Alm Eka Rasja Putra Said (anak Alm. Sjarnobi) disebut tak bisa dilaksanakan.
Putusan PKPU tersebut pada peradilan niaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara PKPU NO. 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA. JKT.PST menetapkan Rozita dan Ery Said (Ahli waris PT Krama Yudha) berada dalam keadaan PKPU Sementara selama 45 hari sejak tanggal 4 September 2023z
Hal ini mendapatkan sorotan publik karena para Ahli Waris PT Krama Yudha (Rozita dan Ery Said) merupakan Warga Negara Asing.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Dr. Trubus Rahadiansyah, menyampaikan bahwa Putusan Nomor 226 tersebut tidak bisa dilaksanakan nantinya karena status para PKPU Sementera tersebut adalah Warga Negara Asing.
"Putusan ini menarik. Hakim bisa menetapkan WNA dalam keadaan pailit di Indonesia, memang itu domain hakim tapi memiliki beberapa keliruan terhadap interpretasi dan penerapan hukum terhadap putusan hakim tersebut," ujar Trubus.
Trubus yang juga merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menambahkan bahwa WNA tidak tunduk pada hukum Indonesia.
Baca juga: Puluhan Ahli Waris di Magelang Mendadak Kaya, Terima Uang dari Pembangunan Jalan Tol
Apalagi ruang lingkup pemberlakuan UU Kepalilitan ini tidak menyebut secara jelas untuk WNA apakah bisa di pailitkan atau tidak.
"Berdasarkan prinsip-prinsip hukum umum, pastinya Putusan ini tidak bisa dilaksanakan, 2 hal tentunya, pertama: termohon PKPU adalah WNA dan, kedua: penafsiran hakim soal utang yang peristiwa hukumnya adalah pemberian bonus (berupa janji) tiba-tiba merubah jadi utang," jelas Trubus.
Lanjut Trubus, lagian para pihak PKPU ini adalah para ahli waris yang berada dalam akta notaris ditanda tangani oleh para orang tua pihak PKPU sejak 25 tahun yang lalu.
"Kejanggalan berikutnya, kedaluwarsanya permohonan PKPU ini, masa tiba-tiba 2023 muncul PKPU, sedangkan akta notarisnya tahun 1998, peristiwa hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas," ungkap Trubus.
Selain itu, putusan PKPU tersebut tidak mencerminkan kepastian hukum dan hal ini menjadi momentum agar reformasi hukum Kepalitian & PKPU di Indonesia agar kedepannya prosedur, subjek, objeknya jelas.