Kesaksian Eks Tapol 1965: Disetrum, Dilempar Kursi Saat Interogasi Hingga Kelaparan Nyaris Mati
Setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi juga dampak ikutan yang lebih kelam dan mengerikan.
Editor: Wahyu Aji
Penulis buku bertajuk 'Merajut Harkat' ini ditahan selama 10 tahun di dalam penjara.
Rentang 10 tahun tersebut ia kerap berpindah-pindah tahanan mulai dari Salemba hingga ke Tangerang.
Kehidupannya di dalam penjara pun sangat sengsara. Ia bersama tahanan lain kelaparan luar biasa.
Beruntung banyak keluarga tahanan yang membawakan makanan serta pakaian saat menjenguk sehingga dirinya masih bisa tetap hidup hingga saat ini.
"Andaikata kami para tahanan ini hanya makan ransum baik di kodim maupun penjara cuma enam bulan tahan, mati kemudian. Oleh karena itu penghormatan kepada keluarga tahanan yang mengirim kami makanan, pakaian harus dijunjung tinggi. Dari sabun, sikat, pakaian, bohlam untuk di sel itu semua, lalu ada sapu lidi datangnya dari keluarga, nggak ada yang dibiayai negara," kata Putu Oka.
Aktivis yang pernah aktif dalam penanggulangan HIV dan AIDS ini juga kerap mendapat penyiksaan.
Menurutnya penyiksaan biasanya terjadi saat proses interogasi.
Para tahanan yang sedang nyenyak tidur dan bermimpi indah mendadak dibangunkan.
"Interogasi sama dengan penyiksaan. Tengah malam saat tidur nyenyak diinterogasi kalau salah ya sedikit salah langsung disiksa dibuka pakaiannya disuruh berdiri hadap tembok di bawah dipasang api rokok. Ada yang disetrum ada tiba-tiba kursi dilempar ke badannya dia tengkurap saya sudah dipikir mati saat itu oleh hansip tahanan," kata Putu Oka. (Willy Widianto)