Komisi X DPR RI Minta Pencegahan Kekerasan di Sekolah Tak Sekadar Kampanye di Atas Kertas
Huda mensinyalir jika terus terjadinya kekerasan di sekolah karena regulasi maupun aksi pencegahan kekerasan di sekolah belum berjalan optimal.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tren kasus kekerasan di sekolah dalam beberapa waktu terakhir terus meningkat.
Pemerintah pun diminta melakukan tindakan tegas untuk mencegah kasus kekerasan di sekolah terus berulang.
“Kami merasa aturan dan regulasi yang ada untuk mencegah tindak kekerasan di sekolah terutama bullying masih sebatas kampanye dan jargon di atas kertas. Belum ada aksi nyata sehingga kasus kekerasan terus berulang dan ironisnya dianggap sebagai suatu pencapaian oleh pelaku. Termasuk kasus terakhir di SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Kamis (28/9/2023).
Baca juga: Misteri Penyebab Mata Siswi SD di Gresik Buta, Polisi: Alami Penurunan, Tak Ada Tanda Kekerasan
Untuk diketahui dalam sebulan terakhir muncul beberapa kasus kekerasan di sekolah yang membuat orang mengelus dada.
Diantaranya kasus guru mencukur rambut belasan siswi karena tak pakai jilbab sesuai aturan sekolah di Lamongan, dicoloknya mata seorang anak SD di Gresik hingga buta oleh kakak kelasnya, kasus meloncatnya siswi dari lantai empat gedung SD Pesangrahan 06, Jakarta, dan terakhir pemukulan bertubi-tubi seorang siswa SMP Negeri SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap oleh teman sekolah.
Huda menjelaskan tren kekerasan di sekolah memang terus menunjukkan peningkatan.
Baca juga: Puluhan Siswa SD di KBB Keracunan Jajanan Cimin, 1 Orang Meninggal, Alami Mual hingga Diare
Data Rapor Pendidikan yang dirilis oleh Kemendikbud Ristek tahun ini menunjukkan jika terjadi penurunan iklim keamanan di sekolah.
“Di level sekolah menengah atas misalnya terjadi penurunan iklim keamanan dari 71,96 menjadi 66,87. Lalu di sekolah menengah pertama juga turun dari 68,25 menjadi 66,87,” ujarnya.
Huda mensinyalir jika terus terjadinya kekerasan di sekolah karena regulasi maupun aksi pencegahan kekerasan di sekolah belum berjalan optimal.
Dia mencontohkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) masih belum sepenuhnya dilaksanakan di lapangan.
“Masih banyak kepala sekolah dan guru paham subtansi PPKSP. Akibatnya mereka masih tergagap-gagap bagaimana mencegah fenomena kekerasa di sekolah. Kemendikbud Ristek perlu gelar pelatihan ketrampilan teknis bagi guru dan kepala sekolah agar PPKSP bisa diterapkan di lapangan,” katanya.
Selain itu, lanjut Huda program pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah (TPPKS) juga belum berjalan menyeluruh.
Masih banyak sekolah yang belum membentuk TPPKS.
“Di sini perlu ada kolaborasi lebih solid antara kepala daerah melalui dinas pendidikan dengan stake holder lain sehingga seluruh sekolah terbentuk TPPKS,” katanya.
Baca juga: Kondisi Terkini Siswa SMP Korban Penganiayaan di Cilacap: Sudah Jalani Visum, Hoaks Meninggal Dunia
Politisi PKB ini juga berharap agar Kemendikbud Ristek maupun pemerintah daerah sebagai penanggungjawab penyelenggara pendidikan mampu merumuskan pola stick and carrot dalam menekan angka kekerasan di sekolah.
Menurutnya perlu ada reward bagi penyelenggara sekolah yang berhasil menekan angka kekerasan di sekolah.
“Sebaliknya perlu ada punishment bagi mereka jika muncul kasus kekerasan di satuan pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya. Jika pola ini diterapkan kami yakin upaya menekan angka kekerasan di sekolah bisa berjalan optimal,” pungkasnya.