NasDem Geram SYL Dijemput Paksa KPK, Desak Polisi Usut Tuntas Dugaan Pemerasan oleh Firli Bahuri
Nasdem mengkritik keras langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjemput paksa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni mengkritik keras langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjemput paksa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Sebab, Sahroni menilai penjemputan paksa yang dilakukan KPK tidak sesuai dengan mekanisme hukum acara.
Baca juga: Update Kasus Dugaan Pemerasan Syahrul Yasin Limpo: Polda Metro Jaya Periksa 3 Saksi, Ada Pegawai KPK
Dia menjelaskan KPK sudah melakukan pemanggilan yang pertama terhadap politikus Partai NasDem itu, namun berhalangan hadir.
Sehingga, pemanggilan ulang SYL dijadwalkan akan digelar pada Jumat (13/10/2023) hari ini.
"Ya itulah, kan kita bicara mekanisme ya. Yang pertama adalah pemanggilan pertama nih. Kan tata hukum beracara. Kalau yang pertama dia tidak hadir, kan ada penundaan yang mestinya dijadwalkan," ujar Sahroni.
Terlebih, Sahroni menuturkan SYL sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam pemanggilan yang kedua.
"Nah kalau tanggal 13 dan Pak SYL sendiri bersedia hadir untuk besok, mestinya itu dilalui dulu," ucap dia.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini pun menilai langkah lembaga antirasuah itu adalah tindakan kesewenangan.
"Ini ada kesewenang-wenangan yang dilakukan," ungkap Sahroni.
Baca juga: Sederet Fakta Malam-malam KPK Jemput Paksa SYL di Apartemen Kawasan Jaksel
Pertanyakan Alasan KPK
Sahroni lalu mengkritisi alasan KPK yang menjemput paksa SYL dengan alasan takut menghilangkan bukti.
Dia mengatakan KPK sudah melakukan penggeledahan di rumah dinas SYL beberapa waktu lalu.
"Kan bukti yang pertama penggeledahan kan sudah ada. Ngapain lagi, apa yamg mau digeledah," tegas Sahroni.
Menurutnya, seharusnya KPK berpaku pada bukti hasil penggeledahan pertama.