Belum Terima Surat Pembekuan Izin Usaha, Indobuildco Minta Pemerintah Bijak Tangani Hotel Sultan
Kuasa hukum PT Indobuildco, milik Pontjo Sutowo, pengelola Hotel Sultan meminta pemerintah bijak dalam menangangi kasus Hotel Sultan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT Indobuildco, milik Pontjo Sutowo, pengelola Hotel Sultan meminta pemerintah bijak dalam menangani kasus Hotel Sultan.
Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Indobuildco Hamdan Zoelva demi merespon pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, soal PT Indobuildco untuk segera menghentikan pemanfaatan lahan yang izin usahanya telah dibatalkan sesuai Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
Baca juga: Menparekraf Desak Indobuildco Lakukan Pengosongan Hotel Sultan
Padahal saat ini, proses sengketa perdata yang sedang berjalan di Pengadilan dan sidang perdana akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin, 23 Oktober 2023 Jam 10.00 wib.
Hamdan Zoelva berujar langkah ini diambil atas pertimbangan bahwa PT Indobuildco masih merupakan pemegang HGB yang sah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, sampai saat ini, pihak Hotel belum menerima pemberitahuan resmi dari Menteri Bahlil. Dan sesuai aturan administratif PT Indobuildco masih menunggu datang pemberitahuan tersebut.
"Bila nanti datang surat pemberitahuan tersebut maka PT Indobhildco akan mengambil langkah-langkah hukum terkait dengan tindakan sewenang-wenang tersebut. Dalam masa tenggang upaya hukum yang dilakukan oleh PT Indobuildco maka operasional hotel tetap berjalan sebagaimana biasa," ujar Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H dalam keterangannya kepada media, Sabtu (21/10/2023).
Saat ini proses sengketa perdata yang sedang berjalan di Pengadilan dan sidang perdana akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin, 23 Oktober 2023 Jam 10.00 wib.
Ia menguraikan bahwa lahan yang dikenal dengan Blok 15, tersebut telah diberikan kepada PT.Indobuildco melalui HGB yang diterbitkan pada 1973 diatas tanah Negara bebas selama 30 tahun, dan diperpanjang pada tahun 2003 selama 20 tahun di era Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, dan saat ini sedang berproses permohonan Pembaharuan selama 30 tahun.
Atas dasar itu, PPKGKB (Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno) yang bertindak atas nama Kementerian Sekretariat Negara memerintahkan pengosongan lahan dengan batas akhir tanggal 29 September 2023.
Padahal, menurut Pontjo Sutowo, pemilik PT. Indobuildco sebagai pemilik Sultan hotel (sebelumnya bernama Hotel Hilton) dan The Sultan Residence di Jl. Gatot Subroto.
Baca juga: Hotel Sultan Masih Beroperasi Normal Meski Diminta Mengosongkan, Izin HGB Sudah Lebih dari 50 Tahun
Atas tekanan untuk segera mengosongkan lahan itu, Pontjo Sutowo dalam beberapa kesempatan mengatakan sebagai pengusah merasa dikrimininalisasi. Apalagi, menurut Pakar Hukum Agraria, Eka Sihombing, kasus PT. Indobuildco menarik untuk dicermati sebagai sebuah pelajaran hukum.
Eka menjelaskan, secara undang-undang, pemegang HBG mempunyai hak selama 30 tahun dengan masa perpanjangan 20 tahun dan pembaruan 30 tahun berikutnya. Dengan kata lain, pemegang HGB tersebut dilindungi Undang2 selama 80 tahun.
Sebuah peristiwa terjadi pada tanggal 4 Oktober 2023 lalu. Sebuah plang putih dipancangkan di seluruh pintu masuk, hanya menyisahkan satu akses pintu masuk ke kompleks Hotel Sultan. Spanduk-spanduk itu bertuliskan : 'TANAH INI ASET NEGARA, MILIK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA'.
Sekitar 200 personel polisi dari Polda Metro Jaya berada di area hotel. Mereka tampak siaga penuh, antisipasi huru hara bakal terjadi.
Baca juga: BKPM Temukan Status HGB Hotel Sultan Sudah Tak Aktif, Izin Usahanya Dicabut?
"Setelah ada penutupan akses dan pemberitaan yang cenderung negatif, occupancy rate berada di bawah 30 persen, setelah sebelumnya berada pada kisaran 75 bahkan hingga 100 persen,” ujar I Nyoman Sarya - VP Operation Hotel Sultan.
Menurutnya menurunnya penghuni, dan penggunaan fasilitas lainnya baik hotel maupun apartemen tidak hanya berpengaruh pada penghasilan The Sultan hotel.
"Jika okupansi hotel dan apartemen berkurang ini sangat berdampak pada pendapatan para vendor dan supplier yang menggantungkan hidupnya dari kami. Tentu juga berdampak pada pemasukan pajak untuk negara,” jelasnya.
Mengelola hotel sekelas The Sultan dengan reputasi internasional tentu bukan perkara mudah. Pengalaman berpuluh tahun yang sudah diinvestasikan akan menjadi sia-sia jika kebijakan tidak dibuat dengan cermat.
"Sebetulnya ini hanya masalah komunikasi. Kita sedang berbicara baik-baik untuk menyelesaikan segala sesuatunya, muncul aksi pasang spanduk dan penutupan akses yang patut disesalkan,” ungkap Hamdan.