Satgas TPPU Temukan Fakta Pemalsuan Data Kepabeanan 3,5 Ton Emas Batangan Eks Impor Oleh Grup SB
Transaksi emas dalam periode tahun 2017 sampai dengan 2019 tersebut, kata dia, melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan Group SB.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) menemukan fakta pemalsuan data kepabeanan terkait 3,5 ton emas batangan eks impor terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp189 triliun dalam kasus importasi emas.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, hal tersebut ditemukan setelah diadakan pendalaman oleh Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kejaksaan Agung, Polri, bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penyidik DJBC, kata dia, meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam penanganan surat yang dikirimkan oleh PPATK Nomor SR-205/2020 dengan nilai transaksi mencurigakan Rp189 Triliun.
Penyidik, kata dia, telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 07 tanggal 19 Oktober 2023 dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-undang TPPU.
Selain itu, penyidik juga telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Transaksi emas dalam periode tahun 2017 sampai dengan 2019 tersebut, kata dia, melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan Group SB.
Hal tersebut disampaikannya di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Rabu (1/11/2023).
"SB ini inisial orang, yang bekerjasama dengan perusahaan di luar negeri. Ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan PPH sesuai Pasal 22 atas emas batangan eks impor seberat 3,5 ton," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan modus kejahatan yang dilakukan adalah mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor.
Padahal, lanjut dia, berdasarkan data yang diperoleh emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri.
"Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH Pasal 22," kata Mahfud.
Baca juga: BNN Ungkap Kasus TPPU yang Dilakukan Napi Narkotika Lapas Gunung Sindur, Aset Rp 80 Miliar Disita
DJP, kata dia, juga memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam dari salah satu BUMN (PT ATM) ke Group SB (PT LM) pada tahun 2017.
Diduga, kata Mahfud, perjanjian tersebut sebagai kedok Group SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar.
"Saat ini masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM, untuk memastikan nilai transaksi yang sebenarnya," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan Satgas TPPU akan terus melanjutkan tugasnya terkait transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.
Ia mengatakan penanganan terkait hal tersebut memang terpisah-pisah karena melibatkan 300 surat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atau Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK.
"Banyak yang sudah ditindak dari kasus ini misalnya Rafael Alun saudara tahu, Angin Prayitno juga saudara tahu, ada di dalam 300 surat itu. Sekarang sudah. Kemudian di berbagai tempat, di bandara Soetta juga sudah ditangani. Kemudian ada pemecatan secara administratif, mutasi, penurunan pangkat, dan sebagainya, sudah ada semua," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Kasus Dugaan Pencucian Uang Rp349 Triliun Nggak Hilang
Ia mengatakan banyak pihak yang bertanya mengapa penanganan kasus terkait Rp349 triliun tersebut relatif lama.
Mahfud menjelaskan bahwa penegakan hukum relatif lama karena harus dilakukan hati-hati agar orang yang tidak salah tidak menjadi korban.
"Beda dengan kejahatan. Kejahatan itu bisa dilakukan orang dalam 1 menit, tapi kejahatan yang 1 menit itu kalau disidik ke proses hukum bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Jadi 1 menit bisa dibanding tahunan antara kejahatan dan penegakan hukum itu," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.