Soal Usulan Angkatan Siber, Calon Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto: Kita Akan Kaji & Buat Pokja
Agus mengatakan ia akan mengkaji dan membuat kelompok kerja untuk membahas usulan tersebut.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
![Soal Usulan Angkatan Siber, Calon Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto: Kita Akan Kaji & Buat Pokja](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jenderal-agus-subiyanto-jalani-uji-kelayakan-calon-panglima-tni_20231113_153123.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Agus Subiyanto menanggapi pertanyaan wartawan terkait usulan pembentukan Angkatan Siber TNI yang dikemukakan Lemhannas beberapa waktu lalu.
Agus mengatakan ia akan mengkaji dan membuat kelompok kerja untuk membahas usulan tersebut.
Hal tersebut disampaikannya usai menyampaikan visi dan misi dalam rangkaian fit and proper test dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II kompleks parlemen Senayan Jakarta pada Senin (13/11/2023).
"Memang cyber ini di negara-negara lain sudah jadi satuan sendiri, nanti kita akan mengkaji, kemudian membuat pokja. Memang siber akan saya besarkan untuk menghadapi tantangan ancaman gangguan dan hambatan yang sesuai dengan banglingstra yang terjadi," kata dia.
Mantan Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto sebelumnya sempat berbicara terkait peta jalan penguatan kemampuan siber TNI.
Andi mengatakan Angkatan Siber TNI mungkin akan dibuat tidak dalam waktu dekat.
Namun, kata dia, hal yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah meningkatkan pangkat satu tingkat para Perwira TNI yang memimpin satuan-satuan siber TNI.
Ia menyampaikan hal itu saat Konferensi Pers Gubernur Lemhannas RI Tahun 2023: "Menuju Kematangan Demokrasi Indonesia" di kantor Lemhannas RI Jakarta, Senin (18/9/2023).
"Kemungkinan untuk membuat angkatan siber-nya masih lama. Tapi mungkin yang terdekat adalah dari satuan-satuan siber yang hari ini (dipimpin Perwira TNI) bintang 1, bisa kemudian jadi bintang 2, lalu kemudian kita bisa membuat semacam Komando Gabungan siber yang (dipimpin Perwira TNI) bintang 3," kata dia.
"Habis itu dievaluasi lagi apakah dibutuhkan pembentukan angkatan khusus seperti yang diciptakan di Singapura 28 Oktober 2022. Peta jalan itu sedang kami siapkan, tentunya pengambil keputusan bukan di Lemhannas, tetapi kami sampaikan ke Bapak Presiden untuk dikaji lebih lanjut untuk kebijakan operasional," sambung Andi.
Ia menjelaskan dalam kajian-kajian skenario geopolitik, Lemhannas menemukan ancaman utama untuk Indonesia ke depan bukanlah satu negara tertentu atau negara X menyerang Indonesia.
Bukan misalnya, kata Andi, negara X berniat menguasai Natuna sebagai bagian dari wilayahnya atau ingin menguasai Papua sebagai bagian dari wilayahnya.
"Ancaman utama bagi Indonesia ke depan adalah pertarungan antara Amerika Serikat dengan China, yang kemudian berpengaruh ke Indonesia. Perang antara AS dan China, apakah karena Taiwan, apakah karena Laut China Selatan, apakah karena freedoom of navigation, yang kemudian berpengaruh ke Indonesia," kata Andi.
"Perangnya bukan tentang Indonesia. Seperti dulu 1942 perangnya antara Jepang dan AS di Pasifik. Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbour, pada Maret 1942 karena Jepang membutuhkan energi, membutuhkan minyak, Jepang masuk Balikpapan," sambung Andi.
Saat perang antara AS dengan China terjadi, kata Andi, maka serangan pertama yang akan dilakukan terhadap Indonesia adalah serangan siber apabila mereka ingin menguasai beberapa titik strategis Indonesia sebagai lompatan logistik.
Kemudian, lanjut Andi, kalau mereka ingin mengokupasi suatu titik di Indonesia maka serangan pertama yang mereka akan lakukan pasti serangan udara.
Serangan siber yang digambarkannya adalah serangan yang dapat membuat seluruh radar di Indonesia tidak dapat berfungsi dan komunikasi satelit tidak dapat dilakukan.
"Setelah fasilitas strategis kita dilumpuhkan dengan siber, setelah itu serangan udara. Baru pasukan pendaratan lautnya muncul. Kira-kira itu skenario yang dibayangkan ke depan," kata Andi.
Andi mengatakan tidak banyak negara di dunia yang mampu melakukan serangan siber dan serangan udara ke Indonesia.
Menurut dia, hanya ada empat negara yang bisa melakukan hal itu.
"Di dunia yang bisa melakukan itu paling cuma empat negara, kira-kira. Kalau ancamannya berkaitan dengan kemampuan siber, kemampuan udara di empat negara itu, maka kita punya PR untuk melakukan modernisasinya," kata Andi.
"Yang dilakukan Lemhannas di awal-awal adalah membicarakan transformasi digital, lalu bisa memetakan tentang keamanan sibernya, dan setelah itu menilai kemampuan kapasitas siber yang dimiliki oleh TNI. Kami sudah melakukan satu kali kajian tentang itu," sambung Andi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.