Menteri Yasonna Pasrah Anak Buahnya Tersangka KPK, Mengaku Tak Tahu Keberadaan Wamenkumham
Menteri Yasonna bicara soal status wamenkumkam Eddy Hiariej yang tersangka di KPK, dia pasrah tapi pesan jangan lupakan asas praduga tak bersalah.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi Rp 7 miliar.
Menkumham Yasonna Laoly pun angkat bicara, dirinya mempersilakan KPK memproses kasus yang menjerat Eddy Hiariej tersebut.
Meski begitu, dirinya berpesan agar penanganan kasus ini mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Di tengah status tersangka itu, ada pula desakan agar Wamenkumham Eddy Hiariej mundur.
Ketika dikonfirmasi ke Menkumham Yasonna Laoly mengaku tak tahu keberadaan sang Wamenkumham.
Sementara itu KPK menemukan transaksi janggal di rekening dua aspri Wamenkumham Eddy Hiariaj.
Wamenkumham Eddy Hiariej Tersangka KPK, ini Pesan Menteri Yasonna Laoly
KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, sebagai tersangka korupsi.
Menkumham Yasonna Laoly mempersilakan KPK memproses kasus yang menjerat Eddy Hiariej tersebut.
Meski begitu, dirinya berpesan agar penanganan kasus ini mengedepankan azas praduga tak bersalah.
"Silakan saja proses, tapi kita harus ada azas praduga tak bersalah," ujar Yasonna di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Yasonna Mengaku Tak Tahu Keberadaan Wamenkumham Eddy Hiariej Usai Jadi Tersangka
Yasonna mengaku tidak tahu keberadaan Eddy Hiariej saat ini.
Dirinya berkilah bahwa baru kembali dari luar negeri. Sehingga tidak tahu keberadaan Eddy Hiariej..
"Saya enggak tahu, enggak tahu. Saya baru sampai dari luar negeri," tutur Yasonna.
Eddy Hiariej Didesak Lepas Jabatan Wamenkumham Usai Jadi Tersangka KPK
Kuasa hukum Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, Deolipa Yumara, mendesak Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej melepas jabatan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham).
Untuk diketahui, Eddy Hiariej telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Perkara bermula dari laporan yang dilayangkan IPW ke KPK pada 14 Maret 2023.
"Pak Profesor Eddy Hiariej ini kan ahli hukum pidana, karena sudah jadi tersangka dan karena jabatan sebagai Wamenkumham adalah jabatan yang memang penuh dengan etika dan moral, maka baiknya Wamenkumham mengundurkan diri atau berhenti dari jabatannya," kata Deolipa dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Senin (13/11/2023).
Menurut Deolipa, Eddy Hiariej mesti fokus menghadapi proses hukum di KPK.
Jika tidak ingin mengundurkan diri, Deolipa meminta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly memberhentikan Eddy Hiariej.
"Pak Eddy Hiariej ini mundur dari jabatannya atau berhenti dari jabatannya. Kalau enggak bisa juga kami meminta kepada pak menteri, Pak Yasonna H Laoly supaya memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya," katanya
"Jadi, kita minta pak menteri juga responsif walaupun ada asas praduga tak bersalah yang memang sama-sama diakui ya," imbuh dia.
KPK Temukan Transaksi Janggal di Rekening 2 Aspri Wamenkumham
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan transaksi janggal di dua rekening asisten pribadi (aspri) Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Penemuan ini diperoleh KPK setelah menggandengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna penyelidikan mendalam terkait dengan temuan ini.
Rekening tersebut diduga menjadi aliran suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Eddy Hiariej.
Adapun Eddy Hiariej diduga menerima suap sebesar Rp7 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar.
Kedua perkara itu diduga terjadi pada 2022 yang lalu.
"Kami juga sudah mendapatkan banyak data dari PPATK yang berikutnya kami lakukan analisis lebih jauh nanti dalam proses penyidikan, sebagai bahan materi penyidikan," ungkap Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (10/11/2023) dikutip dari Kompas Tv.
Baca juga: Dekan FH UGM Dahliana Hasan Prihatin Atas Dugaan Suap yang Menjerat Wamenkumham Eddy Hiariej
KPK pun mengaku telah banyak mendapatkan bukti setelah melakukan penelusuran bersama PPATK.
"Kami sudah lakukan koordinasi dengan PPATK. Kami sudah lama ada sinergi dengan pihak PPATK untuk menelusuri aliran uang dan juga transaksi yang mencurigakan termasuk untuk perkara dugaan gratifikasi di Kementerian Hukum dan HAM ini kami juga sudah mendapatkan banyak data dari PPATK," ungkap Ali.
Wamenkumham Eddy Hiariej di Luar Kota
Kini, Eddy Hiariej bersama tiga orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Koordinator Humas Setjen Kemenkumham, Tubagus Erif Faturahman menegaskan Eddy Hiariej sampai saat ini belum mengetahui terkait statusnya itu.
Pasalnya, Eddy Hiariej belum menerima surat perintah penyidikan (sprindik).
"Beliau (Eddy Hiariej) tidak tahu-menahu tentang penetapan tersangka (seperti) yang diberitakan media karena belum pernah diperiksa dalam penyidikan dan juga belum menerima sprindik atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," kata Tubagus, Jumat (10/11/2023) dikutip dari Kompas Tv.
Informasi dari Karo Humas Kemenkumham Hantor Situmorang mengabarkan bahwa Eddy Hiariej saat ini sedang melaksanakan tugas di luar kota.
"Belum ke kantor, beliau masih di luar kota," kata Hantor, Jumat (10/11/2023).
Berawal dari Laporan Ketua IPW ke KPK
Kasus ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.
Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Baca juga: Eddy Hiariej Tersangka KPK, Mahfud MD: Penggantian Wamenkumham Hak Prerogatif Presiden
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeng mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikembalikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng. (tribun network/thf/Tribunnews.com)