Uskup Padang dan Ratusan Rohaniwan-Rohaniwati Hadiri Pertemuan IRRIKA di KBRI Vatikan
Uskup Keuskupan Padang Mgr Vitus R Solichin, SX, menghadiri pertemuan perkenalan Duta Besar LBBP Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono
Editor: Theresia Felisiani
"Kita adalah satu keluarga. Keluarga Indonesia. Karena itu, jadikanlah KBRI ini sebagai rumah kita bersama. Rumah Indonesia yang kita banggakan," katanya.
Apalagi, katanya, dalam Statuta IRRIKA secara jelas dinyatakan, bahwa paguyuban ini dibentuk sebagai wadah persaudaraan berdasarkan iman Katolik dan cinta tanah air.
Paguyuban IRRIKA dibentuk pada 13 Februari 1955, yang semula bernama IRIKA (Ikatan Romo-Romo Indonesia di Kota Abadi - Roma). Ketua pertama IRIKA adalah (yang kemudian menjadi Kardinal pertama Indonesia) Romo Yustinus Darmojuwono Pr.
Karena anggotanya semakin banyak dan bukan hanya para romo saja, tapi juga suster, frater, dan bruder, serta tersebar di berbagai kota di Italia, maka pada tahun 1986 namanya diubah menjadi IRRIKA.
Indonesia – Vatikan
Takhta Suci Vatikan adalah negara pertama di Eropa yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan tersebut ditandai dengan pembukaan misi diplomatik Vatikan di Jakarta pada tingkat Apostolic Delegate (Delegasi Apostolik) 5 Juli 1947. Dan menunjuk Mgr. George de Jonghe D’ardoye, delagatus apostolic pertama Vatikan untuk Republik Indonesia dan berkedudukan di Jakarta.
Pada 16 Maret 1950, Vatikan meresmikan Internunsiatur Apostolik. Hubungan resmi kedua negara terjalin sejak 25 Mei 1950. Status Internunsiatur Apostolic menjadi Nunsiatur Apostolik---yakni misi diplomatik tingkat tertinggi Takhta Suci--pada 7 Desember 1966.
Vatikan menjadi entitas politik pertama di Eropa yang mengaku bahwa Indonesia sebagai negara yang merdeka. Vatikan juga merupakan satu dari lima negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia: Mesir (22 Maret 1946), India (2 September 1946), Suriah ( 2 Juli 1947), Vatikan (5 Juli 1947), dan Irak (16 Juli 1947).
Pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia oleh Vatikan dan terjalinnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Vatikan, tidak lepas dari usaha serta jasa Mgr Albertus Soegijapranata.
Pada 18 Januari 1947, Mgr Soegijapranata mengirimkan surat ke Paus Pius XII. Ia menyampaikan kekejaman tentara Belanda di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, 17Agustus 1945. Hasil dari diplomasi Mgr Soegijapranata itu, Vatikan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, 5 Juli1947.
Selain itu, Vatikan juga menggerakan hati umat Katolik di seluruh dunia untuk melakukan hal yang sama. Hal itu, berdampak ke masyarakat internasional.
Hingga saat ini, hubungan Vatikan-Indonesia terus tetap bertahan hangat dan semakin baik. Hubungan kedua negara harmonis meski mayoritas penduduk kedua negara menganut agama berbeda.
Bahkan, Presiden pertama RI, Soekarno, yang pernah empat kali mengunjungi Vatikan, menerima tiga medali sebagai tanda jasa dari Paus.
Yang pertama diterima pada 13 Juni 1956 dari Paus Pius XII; yang kedua, pada 14 Mei 1959 dari Paus Yohanes XXIII; dan yang ketiga pada 12 Oktober 1964 dari Paus Paulus VI.
Pada kunjungan ketiga, bahkan Vatikan membuatkan perangko khusus untuk Bung Karno. Dan, dihadiahi cindera mata berupa lukisan mozaik Castel San Angelo Vatikan.
Selama ini, sudah dua Paus yang mengunjungi Indonesia: Paus Paulus VI mengunjungi Indonesia (3 Desember 1970) dan Paus Yohanes Paulus II (8-12 Oktober 1989).
Selain Bung Karno, presiden Indonesia yang pernah mengunjungi Vatikan adalah Presiden Soeharto (25 November 1972) bertemu Paus Paulus VI; Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (2000) dan Presiden Megawati Soekarnoputri (2002).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.