Sosok Laode Gomberto, Ketua DPC Gerindra Muna yang Ditetapkan Jadi Tersangka Suap Rp2,4 M oleh KPK
Dalam kasus ini, Rusman Emba dan Laode Gomberto disebut memberikan uang sebesar Rp2,4 miliar kepada Mochamad Ardian Noervianto.
Penulis: Daryono
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sosok Laode Gomberto, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Laode Gomberto sebagai tersangka kasus suap terkait pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah untuk Kabupaten Muna tahun 2021-2022 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Selain Laode Gomberto, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021 Mochamad Ardian Noervianto, Bupati Muna Laode Muhammad Rusman Emba dan eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar turut menjadi tersangka.
Dalam kasus ini, Rusman Emba dan Laode Gomberto disebut memberikan uang sebesar Rp2,4 miliar kepada Mochamad Ardian Noervianto.
Sosok Laode Gomberto
Laode Gomberto baru menjabat sebagai Ketua DPC Gerindra Muna selama 6 bulan.
Ia menjadi Ketua DPC Gerindra Muna pada Kamis, 11 Mei 2023.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Muna dan Ketua DPC Gerindra Muna Tersangka Suap Dana PEN Covid-19
Diberitakan TribunSultra, Laode Gomberto menggantikan Ketua DPC Gerindra Muna sebelumnya, Gerson Kadaka.
Sebelum menjabat sebagai Ketua DPC Gerindra Muna, Laode Gomberto merupakan Wakil Ketua DPD Gerindra Sulawesi Tenggara.
Selain sebagai seorang politis, Laode Gomberto merupakan seorang pengusaha.
Pria kelahiran 1969 ini merupakan pendiri PT Mitra Pembangunan Sultra, sebuah perusahaan jasa konstruksi.
Ia berasal dari keluarga miskin yang kemudian sukses menjadi pengusaha.
Konstruksi kasus yang menyeret Bupati Muna dan Laode Gomberto
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengatakan perkara ini bermula dari kondisi Indonesia yang menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan dibutuhkannya kebijakan kestabilan keuangan negara.
Pemerintah pusat kemudian memberikan program modalitas untuk pemerintah daerah yang mengajukan pinjaman berupa pinjaman PEN daerah.
Salah satu kabupaten yang mengajukan pinjaman adalah Pemerintah Kabupaten Muna dengan Rusman Emba selaku bupatinya.
"Sekitar Januari 2021, LMRE (Rusman Emba) mengajukan permohonan pinjaman PEN daerah kepada Menteri Keuangan yang ditembuskan pada Menteri Dalam Negeri dan Direktur Utama PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) dengan nilai besaran pinjaman Rp401,5 miliar," ungkap Asep saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2023).
Baca juga: KPK Periksa Bupati Muna Rusman Emba Sebagai Tersangka
Agar permohonan tersebut dapat segera ditindaklanjuti, lanjut Asep, Rusman Emba kemudian memerintahkan Syukur Akbar untuk menghubungi Ardian selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021 agar prosesnya dapat dikawal.
Rusman Emba menyakini kedekatan antara Syukur Akbar dengan Ardian karena pernah menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan.
"Dari pembicaraan antara LMSA (Syukur Akbar) dan MAN, disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalannya lancar," jelas Asep.
"Ada perintah lanjutan LMRE pada LMSA agar mencari donatur dari pihak pengusaha untuk menyiapkan sejumlah uang yang diminta MAN," imbuhnya.
Sebagai salah satu pengusaha lokal di Kabupaten Muna, kata Asep, Gomberto kemudian dihubungi Syukur Akbar untuk membahas penggunaan dana PEN apabila telah cair.
Untuk menyakinkan Gomberto agar bersedia menyiapkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana PEN, Syukur Akbar mengistilahkan kedekatannya dengan Ardian "jangan ragu dia ini satu bantal dengan saya".
"Selanjutnya terkumpul uang sejumlah sekitar Rp2,4 miliar yang bersumber dari kantong pribadi LG (Gomberto) yang disiap diberikan pada MAN dan uang yang terkumpul tersebut diketahui LMRE dan LMSA," terang Asep.
Dikatakan Asep, penyerahan uang Rp2,4 miliar pada Ardian dilakukan secara bertahap oleh Syukur Akbar di Jakarta dengan nilai mata uang yang disyaratkan Ardian dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.
Atas penyerahan uang tersebut, Ardian kemudian membubuhkan parafnya pada draf final surat Menteri Dalam Negeri yang berlanjut pada bubuhan persetujuan tanda tangan dari Menteri Dalam Negeri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp401,5 miliar.
"Mempersiapkan cairnya pinjaman dana PEN, LMRE lalu mengumpulkan dan mengarahkan para Kepala Dinas yang memiliki paket pekerjaan untuk memberikan paket pekerjaannya pada LG," kata Asep.
Atas perbuatannya, Rusman Emba dan Gomberto sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Ardian dan Syukur Akbar selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Rusman Emba untuk 20 hari pertama mulai 27 November 2023-16 Desember 2023 di Rutan KPK.
Sementara untuk Gomberto, telah lebih dulu dilakukan penahanan mulai 22 November 2023-11 Desember 2023 di Rutan KPK.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Sosok La Ode Gomberto Jadi Ketua Gerindra Muna, Siap Menangkan Pileg dan Prabowo di Pilpres 2024
(Tribunnews.com/Daryono/Igman Ibrahim) (TribunSultra)