Cerita Agus Rahardjo soal e-KTP Dibenarkan Alexander Marwata & Saut Situmorang, Istana Beri Bantahan
Ketua KPK 2015-2019, Agus Rahardjo, mengaku pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk hentikan kasus korupsi e-KTP. Hal ini dibenarkan oleh koleganya.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Daryono
Menurut Saut, tiga pimpinan KPK menyetujui penyidikan kasus tersebut sementara dua lainnya menolak.
"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahulah Anda yang dua siapa, yang tiga siapa."
"Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahulah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," tuturnya.
Saut lantas mengapresiasi sikap Agus yang melawan permintaan Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP.
"Sebagai pimpinan, aku nilai dia (Agus Rahardjo) bijaklah dia ke sana (Istana), tapi aku rasa dia punya feeling itu arahnya ke mana."
"Kalau Pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skorsnya dari 3-2. Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)," ujar Saut.
Bantahan Istana
Sementara itu, pengakuan Agus Rahardjo telah ditanggapi oleh pihak Istana Negara.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan tidak ada agenda pertemuan antara Jokowi dengan Agus membahas soal penghentian kasus e-KTP.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda presiden," kata Ari saat dihubungi, Jumat.
Ari menuturkan, ketika Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, presiden secara tegas menyatakan agar proses hukum diikuti dengan baik.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik."
"Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," ungkapnya.
Menurut Ari, pada kenyataannya, proses hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar itu di KPK terus berjalan. Kasus e-KTP disidangkan di pengadilan dan Setya Novanto divonis 15 tahun penjara.