Respons Jokowi soal Tudingan Intervensi Kasus e-KTP Setya Novanto yang Diceritakan Agus Rahardjo
Presiden Jokowi tanggapi soal pernyataan Agus Rahardjo yang mengaku diminta Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.
Penulis: Rifqah
Editor: Suci BangunDS
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," katanya
Pernyataan Agus Rahardjo
Sebelumnya, dalam acara di salah satu stasiun televisi swasta, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi yang sedang dalam kondisi marah untuk menghentikan kasus e-KTP yang telah disidik KPK.
Diketahui, pada saat itu, Setnov masih menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Golkar yang menjadi salah satu pendukung Presiden Jokowi di Pemilu.
Agus juga sempat menyampaikan permintaan maafnya dan merasa semua hal harus jelas sebelum mengungkapkan pernyataannya itu.
“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus, Kamis (30/11/2023).
“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjutnya.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya Presiden Jokowi memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.
Saat bertemu, Agus mengaku Presiden Jokowi sudah dalam kondisi marah hingga membuat Agus kebingungan.
Setelah duduk, Agus baru memahami bahwa Presiden Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov dihentikan KPK.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” sambungnya.
Tanggapan Bahlil, Zulhas, hingga Fadli Zon
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengakui tak tahu mengenai permasalahan tersebut.