5 Fakta Wacana Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden dalam RUU DKJ, Anies hingga Ganjar Beri Kritik
Berikut sejumlah fakta RUU DKJ yang menuai polemik. Anies Baswedan, Cak Imin, hingga Ganjar Pranowo kompak memberi kritik.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menuai polemik.
Dalam draf RUU tersebut, terdapat usulan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tidak lagi dipilih lewat pilkada atau pilgub, tetapi ditunjuk oleh presiden.
Selain itu, ada pula aturan penunjukan wali kota dan bupati oleh gubernur, tanpa perlu persetujuan DPRD.
RUU DKJ merupakan inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (5/12/2023) lalu.
Saat itu terdapat delapan fraksi yang setuju dengan usulan RUU DKJ, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.
Hanya fraksi PKS yang menolak RUU tersebut.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Ungkap 3 Keanehan RUU DKJ, Duga Ada Unsur Politis
Berikut Tribunnews.com rangkum fakta-fakta RUU DKJ yang menuai polemik.
1. Dianggap Bermasalah dan Kental Unsur Politis
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai RUU DKJ bermasalah.
Ia mencatat ada tiga permasalahan dalam RUU DKJ.
"Ada tiga hal setidak-tidaknya untuk menyederhanakan masalah ini. Satu, sikap inkonsisten dalam demokrasi. Kedua, membingungkan dalam sikap para pemerintah. Ketiga, sangat politis," ucap Feri, Jumat (8/12/2023).
Feri lantas menjelaskan maksud adanya unsur inkonsistensi dalam demokrasi yang ditunjukkan RUU DKJ.
Menurut dia, Pasal 18 Ayat 4 UUD sudah menyatakan bahwa gubernur, wali kota, dan bupati dipilih secara demorkatis melalui pemilihan oleh rakyat.
Kedua, Feri menjelaskan sikap pemerintah membingungkan dalam RUU DKJ.
Baca juga: Hamdan Zoelva Pastikan Anies-Muhaimin akan Batalkan RUU DKJ Jika Menang di Pilpres 2024
Feri menilai jika pemerintah menyatakan tidak setuju dengan penunjukan gubernur DKI Jakarta oleh presiden, seharusnya pembahasan RUU DKJ dibatalkan.
"Satu saja (tolak), tidak bisa jalan. Nah, kenapa ini malah berjalan, kan jadi aneh, apakah pemerintah sedang bermain politis, apa yang tampak di depan berbeda dengan di belakang?"
Selain itu, Feri juga menilai RUU DKJ kental dengan unsur politis.
Ia menduga hal tersebut berkaitan dengan pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, pada Pilpres 2024.
"Kalau ternyata anak presiden gagal menjadi orang yang terpilih dalam pilpres sebagai wakil presiden, ya dia bisa ditempatkan ditunjuk presiden sebagai Gubernur Jakarta," katanya.
2. Peserta Pilpres 2024 Ramai Beri Kritik
Baca juga: Warganet Ramai-ramai Tolak Wacana Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung Presiden di RUU DKJ
Kritik turut disampaikan peserta Pilpres 2024, mulai dari capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, hingga capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo.
Anies menilai RUU DKJ menunjukkan mundurnya demokrasi di Indonesia.
Padahal, menurut Anies, Jakarta sebelumnya memiliki indeks demokrasi tertinggi di Indonesia saat dia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Demokrasi itu harusnya maju, bukan mundur," ungkap Anies, Kamis (7/12/2023).
"Ini ironis, kota yang warga yang sangat matang dalam berdemokrasi seharusnya kota yang menjadi percontohan untuk kebebasan berdemokrasi jangan sampai malah demokrasi itu mundur."
Senada dengan Anies, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin turut menilai RUU DKJ berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.
Mewakili PKB, Cak Imin turut menolak RUU DKJ ini.
"Kami menolak total, kami dan insyaallah mayoritas fraksi akan menolak. Karena itu terlalu dipaksakan waktu (pengesahannya)," ujar Cak Imin.
Baca juga: Surya Paloh Dorong Masyarakat Gugat RUU DKJ, Dinilai Cederai Demokrasi dan Otonomi Daerah
Di sisi lain, Ganjar Pranowo turut menyatakan tak sepakat jika gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dipilih presiden.
Ganjar mengatakan pemilihan kepala daerah tetap dipilih rakyat sebagaimana amanat otonomi daerah.
"Kalau kita mau konsisten sama otonomi daerah maka (gubernur) dipilih (oleh rakyat)," kata Ganjar saat ditemui di Gedung Smesco, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023).
"Kecuali mau bikin kota administratif, kalau itu silakan ditunjuk. Itu saja, dua pilihannya."
3. Istana Beri Respons
Di tengah polemik RUU DKJ, pihak istana akhirnya buka suara.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan RUU tersebut merupakan inisiatif DPR.
Saat ini, kata dia, pemerintah menunggu surat resmi dari DPR mengenai naskah RUU DKJ.
Setelah itu, kata Ari, presiden akan menunjuk sejumlah Menteri untuk menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut.
Setelah penyusunan DIM, menurut Ari, Presiden akan menyurati DPR mengenai Menteri yang ditunjuk untuk melakukan pembahasan naskah RUU tersebut beserta DIM yang dibawa pemerintah.
"Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah Menteri yang mewakili Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM Pemerintah," pungkasnya.
Baca juga: Surya Paloh: RUU DKJ Cederai Semangat Demokrasi dan Otonomi Daerah
4. Awalnya Kompak Setuju, Parpol Kini Ramai Menolak
Baru sehari RUU DKJ disepakati, kini parpol-parpol di DPR menyampaikan penolakan jika gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden.
Parpol yang kini menolak RUU DKJ di antaranya PKB, Nasdem, PAN, PDIP, Golkar, Demokrat, dan Gerindra.
PKS sejak awal telah menolak RUU tersebut.
Sementara itu, PPP belum menyatakan sikap secara jelas.
Ketua DPW PPP DKI Jakarta Saiful Rahmat Dasuki justru mendukung agar setelah Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara, maka gubernur dan wakil gubernur tidak dipilih langsung melalui pilkada.
Ia berharap kepala daerah di Daerah Khusus Jakarta dipilih oleh DPRD DKI Jakarta. Salah satu alasannya untuk mengurangi biaya politik.
5. Pakar: Gubernur Jakarta dapat Ditunjuk Presiden
Di sisi lain, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, menyebut RUU DKJ bisa diterapkan.
Jika dilihat dari segi peraturan, kata Zainal, RUU DKJ dimungkinkan diterapkan seperti di Papua, Jogja, hingga Aceh.
"Jadi kalau ada pengaturan yang disebut dengan desentralisasi asimetris. Dibuatnya aturan yang berbeda dari konteks daerah lain, mungkin," ujar Zainal, Kamis (7/12/2023).
Baca juga: Surya Paloh: RUU DKJ Cederai Semangat Demokrasi dan Otonomi Daerah
Kendari demikian, Zainal mempertanyakan bagaikan poltiik hukum pemerintah pusat ingin mengatur sepenuhnya pemerintah daerah.
"Sebenarnya pertanyaan dasarnya seperti apa politik hukum pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Mengapa ada variasi-variasi begitu, seperti dibuat tanpa cetak biru yang menarik," tandasnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Rahmat Fajar Nugraha/Ibriza Fazti Ifhami/Reza Deni/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Fersianus Waku)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.