Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Diminta Turun Tangan soal Polemik Antarkementerian tentang Aturan Tembakau di RPP Kesehatan

anggota Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, meminta Presiden turun tangan.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Presiden Diminta Turun Tangan soal Polemik Antarkementerian tentang Aturan Tembakau di RPP Kesehatan
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Presiden Jokowi memberikan keterangan pers Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah Undang-Undang (RPP UU) Kesehatan yang ditargetkan selesai Oktober 2023 masih belum juga rampung.

Bahkan, penolakan terhadap RPP UU Kesehatan, khususnya yang terkait dengan ketentuan pengaturan tembakau dan industri hasil tembakau (IHT) makin masif.

Tidak hanya masyarakat dan petani tembakau, asosiasi IHT, pekerja kreatif iklan, asosiasi biro iklan, asosiasi media elektronik, asosiasi pengusaha ritel, pengamat ekonomi, pengamat kebijakan publik, hingga beberapa kementerian juga terlibat polemik dalam pembahasan RPP Kesehatan.

Secara garis besar, RPP Kesehatan yang disusun Kementerian Kesehatan banyak menuai protes dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Melihat kondisi tersebut, anggota Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, meminta Presiden Joko Widodo turun tangan.

"Ya, saya kira Presiden Jokowi perlu turun tangan membenahi salah kaprah ini. “Cabut pasal tembakau dari RPP Kesehatan," kata Firman, seperti dikutip, Senin di Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapat berkah dari industri tembakau berupa penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) yang naik tiap tahun. Tahun lalu, setoran CHT ke brankas Kemenkeu mencapai Rp218 triliun. Tahun ini digenjot lagi menjadi Rp232,5 triliun.

Berita Rekomendasi

"Itu Bu Sri Mulyani tahun lalu dapat Rp200 triliunan, tapi apa sumbangsihnya kepada petani tembakau? Enggak ada tuh, malah petani tembakau dan industrinya terus dipersulit dengan menaikkan tarif cukai," ungkap Firman.

Dia menegaskan, apa yang dialami petani tembakau serta pekerja industri tembakau yang jumlahnya sekitar 6 juta jiwa, sangat tidak manusiawi. Padahal, kontribusi mereka kepada keuangan negara, tidak bisa diremehkan.

“Tembakau memiliki nilai ekonomi dan penerimaan negara dari cukai dan penyerapan tenaga kerja serta mensejahterakan petani tembakau. Kini malah mau dimusnahkan," kata Firman.

Selanjutnya, politikus senior tersebut juga menduga adanya dukungan asing yang menunggangi para pejabat negara yang anti tembakau.

Pandangan senada disampaikan anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nur Nadlifah, pasal tembakau seharusnya dikeluarkan dari RPP Kesehatan.

Politikus perempuan asal Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah ini, menyebutkan, isi RPP Kesehatan memuat banyak larangan bagi produk tembakau. Memberikan kesan bahwa produk tembakau seolah merupakan produk terlarang.

Padahal, produk tembakau jelas merupakan produk legal, yang keberadaannya justru mendorong perekonomian negara.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas