Kemenkeu Pastikan Pinjaman Pemerintah Digunakan Hal Bermanfaat: Tol, Pelabuhan hingga Rumah Sakit
Dian juga menjelaskan, pemerintah melakukan pinjaman karena membutuhkan. Sebab, pemerintah tengah menerapkan APBN yang ekspansif untuk meniti jalan
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angkat bicara mengenai pembiayaan utang melalui pinjaman, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Direktur Pinjaman dan Hibah, DJPPR Kementerian Keuangan, Dian Lestari mengatakan pinjaman tersebut digunakan untuk hal yang memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, pembangkit listrik hingga rumah sakit.
Dicontohkannya, beberapa proyek yang dibiayai dari pinjaman yakni pembangunan jalan Tol Cisumdawu, jalan Tol Medan-Kualanamu, jalan Tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban, MRT Jakarta, PLTA Asahan III, RSAU Sutomo Pontianak, dan Pamsimas II.
Dan pembangunan jalan tol sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dapat memperkuat konektivitas antar daerah sehingga akan mempercepat jalur distribusi. Hal ini akan merangsang pertumbuhan perekonomian di daerah-daerah sekitarnya.
“Kami selalu pastikan bahwa pinjaman itu memberikan manfaat bagi Indonesia, sehingga pembiayaannya dari pinjaman itu mendorong produktivitas atau memberikan multiplier effect yang manfaat ekonominya melebihi cost yang dikeluarkan,” tutur Dian dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/12/2023).
Dian juga menjelaskan, pemerintah melakukan pinjaman karena membutuhkan. Sebab, pemerintah tengah menerapkan APBN yang ekspansif untuk meniti jalan menuju negara maju, sehingga ada ruang defisit yang harus ditutup melalui strategi pembiayaan.
Dan saat ini ada dua skema yang digunakan, yaitu melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman.
Berdasarkan data Kemenkeu per 31 Oktober 2023, posisi utang Indonesia mencapai Rp 7.950,52 triliun, atau setara 37,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi utang ini masih jauh di bawah batas rasio utang yang diperbolehkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003, yaitu 60 persen dari PDB.
“Utang kita juga telah turun bila dibanding posisi Desember 2022 yang mencapai 39,70 persen,” terangnya.
Baca juga: Kementerian Pertahanan RI Jelaskan soal Penambahan Alokasi Pinjaman Luar Negeri
Ia menambahkan, dari total utang tersebut, SBN menempati urutan pertama sebanyak 89 persen, lalu Pinjaman 11 persen. Oleh karena itu, kondisi pinjaman pemerintah dikatakan cukup aman dan terkendali.
Lebih lanjut, Kemenkeu sendiri menerapkan standar yang ketat untuk setiap pinjaman, terutama pinjaman dari luar negeri.
Sehingga perlu dibedakan ada dua jenis pinjaman luar negeri, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan.
“Untuk pinjaman tunai, kami selalu mengutamakan sumber dari pemberi pinjaman bilateral atau multilateral, memperhatikan tingkat bunga dan masa tenornya,” terangnya.
Kemudian untuk pinjaman kegiatan, lanjut Dian, pihaknya selalu mempertimbangkan aspek perencanaan, kualitas penganggaran, monitoring dan evaluasi, serta tingkat bunga dari pemberi pinjaman.
Pihaknya juga menerapkan kriteria layak untuk mempertimbangkan manfaat dari setiap pinjaman proyek, seperti output yang baik, teknologi terkini, persiapan matang, kontrak yang multiyears, dan pengawasan yang ketat.
“Sehingga, pembiayaan melalui pinjaman luar negeri dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan prioritas yang memberikan multiplier effect dan memerlukan transfer teknologi, berjangka panjang, dan belum dapat dipenuhi dari sumber-sumber dari dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan biaya yang favorable,” imbuhnya.