Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Contoh Teks Khutbah Jumat: Pentingnya Berpartisipasi Aktif dalam Memilih Pemimpin

Contoh khutbah Jumat dengan tema pentingnya berpartisipasi aktif dalam memilih pemimpin, sebagai warga negara punya tanggung jawab akan hal ini.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Contoh Teks Khutbah Jumat: Pentingnya Berpartisipasi Aktif dalam Memilih Pemimpin
freepik
ilustrasi debat presiden - Contoh khutbah Jumat dengan tema pentingnya berpatisipasi aktif dalam memilih pemimpin, sebagai warga negara punya tanggung jawab akan hal ini. 

Sebagaimana yang tersemat dalam diri Rasulullah, kriteria pemimpin setidaknya memiliki empat sifat, yakni shiddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab dan dapat terpercaya), tabligh (aspiratif dan dekat dengan rakyat), fathanah (cerdas, visioner). Inilah sifat-sifat ideal yang mesti ada dalam diri pemimpin, di mana pun levelnya, apa pun jenis institusinya.

Kita bisa saja pesimis terhadap pilihan-pilihan yang ada di hadapan kita karena tidak memenuhi idealitas empat kriteria tadi.

Tapi keputusan untuk diam sama sekali, misalnya dengan menjadi golput, jelas tidak lebih baik.

Sebab, umat tidak dipaksa memenuhi idealitas ketika hal itu tidak memungkinkan, tapi ia berkewajiban berikhtiar membuat pilihan yang “paling ideal” di antara orang-orang yang tak ideal. Atau dengan bahasa lain, memilih terbaik di antara yang terburuk.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Lantas dari mana kita mengetahui kriteria-kriteria itu?

Cara paling mudah adalah pertama dengan melihat rekam jejaknya. Sebagai rakyat yang bakal dipimpin, pemilik hak suara mesti aktif mencari tahu tentang kualitas calon pemimpin yang hendak mereka pilih.

BERITA REKOMENDASI

Sebab, sikap pasif tidak hanya membuat seseorang buta informasi tapi juga mudah dibohongi, bahkan diadu-domba.

Musyawarah Alim Ulama NU pada tahun 2012 pernah mendiskusikan persoalan ini dan berujung pada kesimpulan tidak boleh mencalonkan diri, dicalonkan, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik (urusan rakyat/umat), orang yang terkena satu di antara beberapa hal berikut:

(1) terbukti atau diduga kuat pernah melakukan korupsi,
(2) mengabaikan kepentingan rakyat,
(3) cenderung memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi,
(4) gagal dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan sebelumnya.

Dasar tentang hal ini sangat jelas:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا


Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS an-Nisa: 58)

Kedua, cara calon pemimpin untuk naik ke kursi kepemimpinan. Secara ideal pemimpin tidak dianjurkan mencalonkan atau mengajukan dirinya sendiri, melainkan dicalonkan atau diajukan oleh masyarakat.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas