Kondisi Lukas Enembe sebelum Meninggal Dunia, Badan Membengkak karena Ginjal Tak Berfungsi
Lukas Enembe meninggal dunia pada Selasa (26/12/2023), di RSPAD. Tubuh Lukas sempat mengalami pembengkakan karena ginjalnya sudah tidak berfungsi.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.com - Ketua Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe, OC Kaligis, membeberkan kondisi mantan Gubernur Papua ini sebelum meninggal dunia.
Diketahui, Lukas meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto pada Selasa (26/12/2023) sekitar pukul 10.45 WIB.
Kabar meninggalnya Lukas juga telah dikonfirmasi langsung oleh Kepala RSPAD Gatot Soeboto, Letjen TNI dr Albertus Budi Sulistya.
"Benar (meninggal dunia) pukul 10.45 WIB," kata Budi saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa.
Sementara itu, OC mengatakan tiga hari sebelum meninggal dunia, Lukas mengalami pembengkakan pada tubuhnya karena ginjalnya sudah tidak berfungsi.
"Sudah meninggal. Kenapa? Karena ginjalnya itu enggak berfungsi," ungkap OC, Selasa.
Baca juga: Riwayat Penyakit Lukas Enembe, Ginjal Sudah Tidak Berfungsi, Meninggal Dunia di RSPAD
"(Tigar hari) sebelum meninggal, (tubuhnya) bengkak semua, sudah enggak berfungsi ginjalnya sehingga makanan jadi racun dan terjadi pembengkakan," urai OC.
Sementara itu, kuasa hukum Lukas, Antonius Eko Nugroho, mengungkapkan almarhum didampingi dan dirawat kerabatnya menjelang akhir hidupnya.
Menurut Antonius, Lukas sempat meminta berdiri sesaat sebelum meninggal.
Namun, setelah dibantu berdiri, Lukas lantas terkulai lemas, lalu mengembuskan napas terakhirnya.
"Sebelum meninggal, Bapak Lukas minta berdiri. Kemudian Bapak Pianus (kerabat Lukas) membantu Pak Lukas untuk berdiri, dengan memegang pinggang Bapak Lukas."
"Tidak lama berdiri, Bapak Lukas (terkulai dan) menghembuskan napas terakhirnya," tutur Antonius.
Lebih lanjut, Antonius mengatakan pihak dokter sempat melakukan tindakan kepada Lukas, namun nyawa mantan Gubernur Papua itu tidak terselamatkan.
"Sudah diberikan tindakan, namun Bapak sudah meninggal," pungkas Antonius.
Diketahui, sejak kasus korupsi yang menjerat Lukas bergulir, mantan Gubernur Papua ini beberapa kali mangkir pemeriksaan karena mengaku sakit.
Bahkan, pada November 2022 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'rela' terbang jauh-jauh ke kediaman Lukas di Kota Jayapura, Papua, untuk memeriksa pria kelahiran 1967 itu.
Tak tanggung-tanggung, KPK turut membawa serta tim dokter independen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa kesehatan Lukas.
Saat dibawa ke Jakarta dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada 10 Januari 2023, Lukas langsung dirawat di RSPAD Gatot Soebroto di bawah pengawasan KPK.
"Tim dokter RSPAD memutuskan, menyimpulkan bahwa terhadap tersangka Lukas Enembe diperlukan perawatan sementara di RSPAD," kata Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, Selasa (10/1/2023) malam.
Pernah Diterpa Hoaks
Baca juga: Rekam Jejak Lukas Enembe, Mantan Gubernur Papua Meninggal Dunia di RSPAD
Sebelumnya, Lukas Enembe pernah diterpa hoaks atau kabar palsu yang mengatakan dirinya telah meninggal dunia.
Saat itu, kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona, membantah kabar tersebut.
"Sebagai Penasihat Hukum Lukas Enembe yang rutin mengunjungi beliau di Pavilion Kartika RSPAD, dengan tegas menyatakan bahwa info meninggalnya Bapak Lukas Enembe itu tidak benar," kata Petrus lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Rabu (15/11/2023).
"Kondisi beliau hari ini (15/11) setelah saya menanyakan ke adik-adik dari Papua yang menemani beliau di RSPAD tidak terjadi apa-apa, beliau baru selesai makan," imbuhnya.
Petrus bercerita pada Selasa (14/11/2023), ia menemani Lukas Enembe untuk cuci darah yang keenam kalinya.
Ia menyebut Lukas Enembe melakukan cuci darah saban 3-4 jam berdasarkan saran dokter di RSPAD Gatot Soebroto.
"Kemarin pukul 17.00 saya masih menemani beliau ke ruang tindakan RSPAD untuk cuci dari keenam kalinya yang dilakukan sejak 29 Oktober, setelah beliau diyakinkan oleh tim dokter dari Singapura pada tanggal 28 Oktober 2023," kata dia.
Sempat Diperberat Hukumannya
Pada Rabu (6/12/2023) lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Lukas Enembe menjadi 10 tahun penjara.
Putusan ini menanggapi banding yang diajukan pihak Lukas.
Selain masa hukuman penjara yang diperpanjang, Majelis Hakim PT DKI Jakarta juga menambah hukuman denda Lukas menjadi Rp1 miliar.
Lalu, hukuman uang pengganti juga diperbanyak menjadi Rp47,8 miliar.
Uang pengganti itu harus dibayar dalam kurun waktu satu bulan sejak putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar dalam kurun waktu yang ditentukan, maka harta bendanya akan disita untuk menutupi uang pengganti.
Baca juga: Profil Lukas Enembe, Meninggal Dunia Hari Ini, Eks Gubernur Papua yang Jadi Terdakwa Kasus Korupsi
"Mengadili, mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 53/pidsus-tpk/2023/pnjakartapusat sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun," ujar Hakim Ketua, Herri Swantoro, saat membacakan putusan di PT DKI Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun terhadap Lukas.
Lukas juga dijatuhi hukuman denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe 8 tahun dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 4 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).
Majelis Hakim menyatakan Lukas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan gratifikasi sebagaimana dakwaan pertama dan kedua penuntut umum.
Lukas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor.
"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp19.690.793.900 paling lama 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap."
"Apabila dalam waktu tersebut tidak mampu membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti," ucap hakim.
"Jika harta benda tidak mencukupi menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara," sambung hakim.
Majelis Hakim turut mencabut hak politik Lukas selama 5 tahun ke depan.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Rizki Sandi Saputra/Ashri Fadilla/Ilham Rian Pratama)