Rafael Alun Divonis 14 Tahun Penjara, KPK Ingatkan Pejabat Patuh LHKPN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada para pejabat ke depannya agar mematuhi pelaporan LHKPN.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pejabat Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo divonis bersalah dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kasus Rafael Alun ini berawal dari ketidaksesuaian harta di laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dengan profil sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Untuk itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada para pejabat ke depannya agar mematuhi pelaporan LHKPN.
"Pada momentum pelaporan LHKPN ini, KPK sekaligus mengimbau pada para Penyelenggara Negara dan Wajib Lapor untuk melaporkan LHKPN periodiknya secara jujur dan tepat waktu, hingga batas akhir 31 Maret 2024,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (9/1/2024).
Baca juga: Istri Rafael Alun Lolos dari Jeratan Hukum, Majelis Hukum Jelaskan Alasannya
Dikatakan Ali, proses hukum kasus Rafael Alun yang bermula dari pemeriksaan LHKPN adalah salah satu bentuk terobosan KPK dalam menangani kasus korupsi.
Lembaga antirasuah turut mengakui dukungan masyarakat memiliki peran penting dalam penanganan kasus Rafael Alun.
Seperti diketahui, KPK memeriksa kekayaan tidak wajar Rafael Alun setelah publik ramai-ramai menyoroti LHKPN Rafael yang diunduh dari situs resmi KPK.
Saat itu, anak Rafael yang bernama Mario Dandy Satriyo menganiaya anak di bawah umur. Mario juga disorot karena kerap memamerkan kemewahan.
“Peran masyarakat menjadi penting dalam pengawasan LHKPN sebagai instrumen awal transparansi kepemilikan harta seorang penyelenggara negara,” kata Ali.
Terkait putusan 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta Rafael Alun, KPK mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Pidana badan yang dijatuhkan majelis hakim itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Kendati demikian terdapat beberapa poin dan pertimbangan dalam tuntutan jaksa yang tidak diakomodasi majelis hakim.
“Maka dalam waktu tujuh hari kedepan dalam masa waktu pikir-pikir untuk menyatakan sikap mengambil langkah hukum selanjutnya,” kata Ali.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Rafael Alun dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Rafael Alun juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp10,7 miliar kepada negara.
Vonis itu sedikit lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jaksa KPK beberapa waktu lalu.
Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta pidana uang pengganti Rp18,9 miliar subsider 3 tahun penjara.
Dalam vonisnya, majelis hakim menilai Rafael Alun terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang seperti dakwaan JPU KPK.
Majelis hakim menyatakan Rafael terbukti melakukan gratifikasi melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME) yang merupakan perusahaan konsultan pajak miliknya.
Hakim menilai uang marketing fee Rp10 miliar yang diterima Rafael Alun dari PT ARME masuk kategori gratifikasi.
"Terdakwa secara nyata dan secara hukum aktif di PT ARME hanya pada tahun 2006, marketing fee yang dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa hanya sampai 2006 sejumlah Rp10.079.055.519 (Rp10 miliar)," ucap majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1/2024).
Tak hanya itu, Rafael Alun Trisambodo juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan hasil korupsinya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.