Sosok Asiong: 2 Kali Ditangkap KPK Karena Menyuap Bupati Labuhanbatu, Tahun 2018 Dipenjara 3 Tahun
Asiong kembali ditangkap KPK kasus serupa yakni menyuap Bupati Labuhanbatu
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Efendy Sahputra alias Asiong tidak pernah jera ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga dipenjarakan.
Asiong kembali ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan menyuap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga terkait proyek di Dinas PUPR Labuhanbatu.
Asiong terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Labuhanbatu Erik Ritonga Tersangka Suap, Langsung Ditahan
Dia sebelumnya sudah pernah berurusan dengan KPK. Asiong pernah terjaring OTT KPK pada 17 Juli 2018.
Pada kasus pertama itu, dia ditangkap KPK juga karena menyuap mantan Bupati Labuhanbatu saat itu yakni Pangonal Harahap sebesar lebih Rp42 miliar lebih. Suap puluhan miliar rupiah itu untuk mendapatkan proyek-proyek yang berjalan di Labuhanbatu.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan kemudian menghukum Asiong dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, pada sidang yang berlangsung pada 13 Desember 2018.
Mendapat pemberatan
Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Asiong bisa mendapatkan pemberatan hukuman karena dia seorang residivis.
"Kalau residivis ada pemberatan. Pemberatannya berdasarkan KUHP, pemberatan pidana bagi residivis itu sepertiga. Misalnya mestinya 12 tahun, ditambah 3 tahun. Kami memiliki pedoman penuntutan, termasuk residivis," kata Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024) malam.
KPK Tetapkan Bupati Labuhanbatu jadi Tersangka
Asiong dan Erik Ritonga dijerat KPK sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, yakni Anggota DPRD Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga dan Fazar Syahputra.
Erik diduga melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD.
Proyek yang diduga diatur Erik ialah pada Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR.
Dua di antaranya merupakan proyek jalan senilai Rp19,9 miliar.
Baca juga: KPK Akan Dalami Dugaan Suap Perusahaan Jerman ke Pejabat Indonesia
Erik kemudian menunjuk Rudi Ritonga selaku orang kepercayaannya untuk mengatur pemenang proyek.
Pemenang dari dua proyek itu ialah Fazar Syahputra alias Abe dan Efendy Sahputra alias Asiong.
Atas pengaturan itu, ada permintaan imbal fee dari nilai proyek.
Besarannya mulai dari 5 persen sampai dengan 15 persen.
Pada Desember 2023, Erik melalui Rudi meminta disiapkan uang yang kode "kutipan/kirahan" dari para kontraktor yang sudah dimenangkan.
Abe dan Asiong kemudian menyerahkan uang pada Januari 2024, baik secara transfer melalui rekening Rudi maupun secara tunai.
Pada Kamis, 11 Januari 2024, KPK melakukan OTT setelah terjadi transaksi.
Baca juga: Mantan Suami Olla Ramlan Diperiksa KPK, Ada Kaitan Kasus Korupsi di Pertamina
Ditemukan uang Rp551,5 juta yang diduga merupakan uang suap.
Diduga uang itu bagian dari penerimaan uang Erik yang nilainya sekitar Rp1,7 miliar.
Konstruksi Perkara
Nurul Ghufron menjelaskan bahwa sebagai salah satu Kabupaten di wilayah Provinsi Sumatra Utara, Kabupaten Labuhanbatu menganggarkan pendapatan dan belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2023 dengan rincian anggaran pendapatan sebesar Rp1,4 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp1,4 triliun.
Sedangkan APBD Tahun Anggaran 2024 dengan rincian anggaran pendapatan sebesar Rp1,4 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp1,4 triliun.
Ghufron mengatakan, dengan anggaran tersebut, Erik Ritonga selaku Bupati Labuhanbatu kemudian melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD di Pemkab Labuhanbatu.
Baca juga: Dilaporkan ke Dewas KPK, Alexander Marwata: Saya Enggak Peduli
Proyek yang menjadi atensi Erik di antaranya di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR, dan khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang- Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir/Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar.
"RSR dipilih dan ditunjuk EAR sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek disertai menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan. Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5 persen sampai dengan 15 % dari besaran anggaran proyek," kata Ghufron, Jumat (12/1/2024).
Untuk dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, ungkap Ghufron, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Fazar Syahputra dan Efendy Sahputra.
Kemudian, sekira Desember 2023, Erik Ritonga melalui orang kepercayaannya yaitu Rudi Ritonga selanjutnya meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan "kutipan/kirahan" dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.
Kata Ghufron, penyerahan uang dari Fazar dan Efendy pada Rudi kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi dan juga melalui penyerahan tunai.
"Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 miliar," ungkap Ghufron.
Ghufron memastikan KPK masih akan menelusuri adanya pihak-pihak lain yang diduga juga turut memberikan sejumlah uang pada Erik Ritonga melalui Rudi Ritonga.
Selain itu, KPK terbuka untuk terus melakukan pendalaman lebih lanjut kaitan adanya dugaan perbuatan korupsi lain dalam penanganan perkara ini ke depannya.