Jaksa KPK Dakwa Dua Pegawai Pajak Terima Suap dan Gratifikasi Puluhan Miliar Rupiah
Pundi-pundi tersebut diterima kedua anggota Tim Pemeriksa Ditjen Pajak itu dari sejumlah Wajib Pajak Perusahaan dengan turut merekayasa laporan pajak.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua pegawai pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yulmanizar dan Febrian, telah menerima suap dan gratifikasi miliaran rupiah.
Pundi-pundi tersebut diterima kedua anggota Tim Pemeriksa Ditjen Pajak itu dari sejumlah Wajib Pajak Perusahaan dengan turut merekayasa laporan pajak.
Yulmanizar dan Febrian merupakan anak buah dari Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Penagihan dan Pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak, yang lebih dulu dihadapkan ke meja hijau.
Berdasarkan salinan dakwaan yang diterima Tribunnews.com, Yulmanizar dan Febrian didakwa menerima hadiah uang atau janji serta menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya sebagai pemeriksa pajak di Ditjen Pajak Kemenkeu.
Penerimaan itu diterima secara bersama-sama dengan Alfred Simanjuntak, Wawan Ridwan selaku tim pemeriksa pajak, serta bersama Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan dan Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu.
”Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” bunyi dakwaan jaksa, dikutip pada Kamis (25/1/2024).
Baca juga: KPK Tetapkan Politikus PKB dan Pejabat Kemnaker Tersangka Korupsi Sistem Proteksi TKI
Adapun dakwaan terhadap Yulmanizar dan Febrian dibacakan JPU KPK hari ini di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat
Disebutkan, Yulmanizar dan Febrian merupakan anak buah Angin yang ditunjuk sebagai anggota tim pemeriksa pajak.
Waktu itu, Angin menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu.
Sebagai bagian dari tim pemeriksa, keduanya bertugas mencari wajib pajak perusahaan yang berpotensi kurang bayar pajak.
Pada saat itu, tim pemeriksa menemukan potensi pajak tahun 2016 sebesar Rp5 miliar dari PT Gunung Madu Plantations (GMP).
Baca juga: Kejagung Kejar Pembuktian Aliran Rp 66 Miliar ke Bos Nikel untuk Tutup Kasus Korupsi BTS Kominfo
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, tim pemeriksa menemukan invoice yang dikeluarkan PT GMP agar harga diturunkan sehingga berdampak pada turunnya pajak yang harus dibayar.
Dalam proses tersebut, PT GMP meminta dilakukan rekayasa pajak dan menjanjikan Rp30 miliar untuk pajak beserta fee bagi tim pemeriksa dan pejabat struktural di dalamnya. Hal itu disetujui Angin.
Akhirnya tim membuat perhitungan pajak sebesar Rp19,8 miliar, sementara fee sebesar Rp10 miliar.
Hal serupa dilakukan terhadap PT Bank Pan Indonesia (Panin) Tbk atau Bank Panin.
Tim pemeriksa menemukan potensi pajak sebesar Rp81,6 miliar.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan kurang bayar pajak sebesar Rp926,26 miliar.
Melalui Veronika Lindawati, yang diberi kuasa oleh Bank Panin untuk mengurus pajak, dilakukan negosiasi.
Veronika meminta kewajiban pajak Bank Panin pada angka Rp300 miliar dan menjanjikan imbalan Rp25 miliar kepada tim pemeriksa dan pejabat struktural.
Setelah disetujui Angin, tim pemeriksa melakukan rekayasa sehingga didapatkan angka Rp303,6 miliar.
Rekayasa pajak berikutnya dilakukan terhadap PT Jhonlin Baratama.
Tim pemeriksa awalnya mendapatkan potensi pajak sebesar Rp6,6 miliar untuk tahun pajak 2016 dan Rp19 miliar untuk tahun pajak 2017.
Baca juga: Siskaee Disebut Gangguan Jiwa usai Ditangkap, Polda Metro Jaya Kaji Permohonan Penangguhan Penahanan
Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, menyampaikan agar surat ketetapan kurang bayar PT Jhonlin Baratama dibuat pada kisaran Rp10 miliar dan menjanjikan fee Rp50 miliar bagi tim pemeriksa dan pejabat struktural.
Terkait dengan dakwaan gratifikasi, Yulmanizar dan Febrian beserta Angin, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak diduga menerima fee dalam kurun 2014-2019 dari wajib pajak yang totalnya berjumlah Rp17,9 miliar dan fasilitas berupa tiket pesawat dan hotel sebesar Rp5,6 juta.
Wajib pajak dimaksud adalah PT Sahung Brantas Energi, PT Rigunas Agri Utama, CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, PT Walet Kembar Lestari, PT Gunung Madu Plantations, serta PT Link Net.
Gratifikasi berupa uang tersebut dibagi dua, yakni 50 persen bagi pejabat struktural, sementara 50 persen dibagi rata di antara tim pemeriksa pajak.
”Bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Febrian, Alfred Simanjuntak, Wawan Ridwan, Dadan Ramdani, dan Angin Prayitno Aji haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” tulis dakwaan jaksa.
Yulmanizar dan Febrian didakwa dengan dakwaan pertama, kesatu Pasal 12 Huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP; kedua Pasal 12 Huruf b jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP; dan ketiga Pasal 11 jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Keduanya juga didakwa dakwaan kedua, yakni Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini, Angin Prayitno Aji sudah lebih dulu dihukum pengadilan.
Awal 2022, Angin divonis 9 tahun penjara karena menerima imbalan hingga Rp3,3 miliar untuk merekayasa laporan pajak tiga perusahaan yang merupakan wajib pajak.
Kemudian akhir Agustus 2023, hukumannya bertambah setelah majelis hakim menyatakan Angin terbukti menerima gratifikasi dan pencucian uang. Ia dihukum pidana penjara selama 7 tahun.